Jumat, 14 Januari 2022

Menjadi Lebih Baru Setiap Hari

Satu September 2019


“Ada sisa tenaga buat nulis?”


“Aman, tenaga saya masih banyak.


“Berarti bisa ditambah tafsirnya, ya?”


“Ampun dah kalau mau nambah tafsir. Saya pamit undur diri. Ini juga belum sampai.”


“Lho, masih macet di mana?”


“Masih di terminal. Aplikasi ojol masih dipakai nganter Ibu-ibu ke deket ITS, sambil nunggu ia sampai, saya tinggal ngopi di sini.”


Lalu ia mengirim gambar sebuah kopi disertai dengan caption pendek: jomblo. Di meja tempat gelas itu berdiri sendirian, saya melihat sebuah tulisan, lalu spontan mengirim balasan: “Di meja ada tulisan makan ati. Awas.” Ia menjawab baru sadar.


**


19 September 2019


“Sudah?”


“Tunggu sebentar.”


“Cek.”


“Sudah?”


“Iya.”


“Okey.”


Saya tidak tahu percakapan itu terjadi dalam konteks apa. Benar-benar tidak jelas.


**


17 Oktober 2019


“Pinjem kuota pinjaman ke perpus dong. Satu aja nggak masalah.”


“Jangan satu, masih sisa empat, pakek semua aja.”


“Wah, besok ke perpus, ya.”


“Hmmm... gimana, ya. Ada syaratnya: Koreksikan proposalku.”


“Siaaaaap.”


**


20 Oktober 2019


“Ayo ngebakso.”


“Ayok. Kapan? Habis Isyak ya?


“Okee.”


“Mbak Ani (bukan nama sebenarnya) masih mandi.”


“Wah... yakin abis Isyak selesai itu mandinya?”


“Hahahaha. Selesai. Kita semua jalan kaki, ya.”


“Yakin kuat? Setauku putri duyung itu berenang bukan jalan kaki.”


Gapleki. Jalan aja. Pulang ngegrab. So sweet to? Yaiyalah.”


“Deal.”


**


30 Desember 2019


“Kata si A kamu pulang, ya? Kemarin suruh pijit nggak mau. Sekarang gimana? Mendingan?


“Iya pulang biar nggak ngerepotin temen-temen. Sekarang sudah mendingan lah.”


“Kena marah?”


“Enggak dong.”


**


3 April 2020


“Ayo bancaan setelah sidang.”


“Padahal aku udah diem-diem, eh tetep aja ada yang tau. Sini ke rumah tak belikan bakso.”


“Selamat, ya. Turut senang.”


**


28 Mei 2020


“Cak, udah selesai nulis skripsinya?”


“Aman. Silakan tebak sendiri saja, aku bagian membenarkan tebakan itu.”


“Pasti sudah. Aku request skripsinya, besok kalau sudah ujian minta pdf-nya.”


**


12 September 2021


Saya mengirim file kepada dia untuk minta bantuan diedit.


“Harus diserahkan kapan ini?” katanya. “Nanti malam?”


“Santai saja, tapi kalau bisa hari ini, soalnya besok pean sudah kuliah, sori agak maksa.”


“Haha, aku tadi mau bilang gitu (besok ada kuliah). Kalau nggak segera aku kirim, keburu dapet tugas mata kuliah. Nanti malem deh tak kirim balik.”


Saya mengucapkan terima kasih kepadanya.


Dan ia mengirim file editan pada 23.43 WIB.  


“Makasih buanyak, ya.”


“Yuhuuu. Sama-sama. Misal nanti belum selesai dan perlu bantuan buat melanjutkan koreksi, bolek kirim balik lagi, kok. Nggak usah sungkan.”


**


29 September 2021


“Masih digentayangi deadline?” katanya.


“Yah... masih seperti biasanya. Hahaha.”


“Berat badan dijaga, ya.”


“Aman. Sampean juga.”


“Susah. Semakin naik usia, semakin turun aja berat badan. Hahaha.”


“Lho ya... sampean perlu penggemukan badan metode bakso bujangan. Aku pernah nyoba, meski gagal.”


**


7 Oktober 2021


Ia membuat story pamflet di mana foto saya mampang sebagai pengisi. Jika ingatan saya tidak luput, ia menulis sebuah harapan, bahwa melalui materi yang saya buat dengan mengorbankan tumpukan deadline lain, semoga saya menemukan pasangan.


“Sumpah ngakak,” kata saya membalas story yang ia buat.


“Biar temen-temen tahu, dibanding dengan pujian ‘suhu’, kamu lebih butuh mbakyu.”


Wah... ia kadang sedikit keliru tafsir.


Beberapa kali saya mengirim pesan stiker kepadanya, “numpang ngirim beruang ini, ya. Lucu dilihat,” begitu kira-kira kata saya.


Lalu ia mengirim stiker yang jauh lebih lucu, ialah tiga makhluk kecil yang berkepala besar dan mondar mandir sambil mengangkat tangan. “Kalo lagi penat bilang aja. Nanti aku suplai stiker.”


“Siap,” kata saya.


***


Di luar rentang panjang chating di atas, banyak tumpukan pembahasan yang menarik. Saya harus menghilangkan detail-detail untuk lebih ringkas, tetapi dari percakapan di atas, ia bisa dikatakan sebagai kawan baik saya. Sangat baik.


Beberapa bulan lalu ia ulang tahun yang ke 24, dan praktis sekarang waktu bergulir menuju ke 25. Saya menulis surat ulang tahun di ponsel, tetapi karena kekeliruan copy-paste, surat itu terhapus oleh catatan lain. Meski demikian saya masih ingat beberapa detail penting karena pesan itu memang tidak terlalu panjang. Ia hanya berisi harapan-harapan pendek.


Sudah barang tentu saya senang memiliki kawan seperti dia, yang memiliki semangat belajar meski kadang terganggu malas; yang memiliki sikap dewasa meski tentu kadang kembali ke bocah. Dan yang paling penting ia mampu berprasangka baik. Itulah mengapa, jika saya tidak menyukai sesuatu, saya akan ringan mengatakan kepadanya. Jika saya menyukai beberapa perangainya, saya juga ringan menunjukkannya.


Saya tidak pernah berdrama dengan dia. Tetapi jika kelak itu terjadi, saya kira tidak akan berlangsung lama. Apa yang harus terjadi, terjadilah. Dan apa yang sudah terjadi, biarkan. Kira-kira begitu cara main saya dengan orang-orang dekat. Saya hanya agak jengkel jika ia ruwet diajak diskusi. Saya beberapa kali memintanya untuk presentasi di forum kecil tentang perkuliahan, dan ia seperti menganggapnya sebagai angin lalu.


Beberapa kawan lain juga sama. Beberapa senior juga sama. Itulah mengapa saya menulis catatan mencari teman belajar itu sulit, post bulan Desember tahun lalu.


Kembali pada soal ulang tahun. Saya kira sebagai orang dewasa, ia mungkin paham bahwa manusia tidak menjadi lebih tua dengan tahun, melainkan, sebagaimana kata Dickinson, hanya menjadi lebih baru setiap hari. Dengan demikian mengukur perjalanan dari tahun ke tahun hanya mempersempit keadaan, lebih elok mengupayakan satu langkah pada satu waktu, sebab itulah yang diperlukan untuk sampai pada tujuan.


Jika hal itu sudah disadari, kita sudah siap menua, dengan atau tanpa persiapan. Menjadi bocah atau menjadi tua sama sekali bukan masalah, bagi orang yang mampu memaknai bagaimana dirinya harus menikmati hari-harinya.

Rabu, 05 Januari 2022

Oase Hari Biasa

Catatan pengantar untuk seri surat ulang tahun, tersedia di sini.

Seluruh nama, tempat, dan waktu dalam surat telah saya samarkan.


Catatan ini sedikit bereda dari seri surat ulang tahun sebelumnya: seseorang mengucapkan ulang tahun kepada saya.


***


Hai, Cak!

 

Saya pastikan, malam ini Cacak sudah mengarungi alam bawah sadar Cacak. Hihi

 

Jadi, selamat pagiiii. Tarik nafas, resapi udara segar yang masuk ke paru-paru, lalu hembuskan. Gimana kabar Cacak? Sehat kan? Badan sebelah kiri Cacak yang sempet kecium body angkot, aman kaan? Duuh maaf untuh hal itu.

 

Cak, aku mensyukuri skenario yang Tuhan beri. Bisa ngobrol ringan dengan Cacak adalah anganku yang dulu sempat kuhempas. Dulu, rasanya sangat tidak mungkin bisa curcol masalah pribadi ke Cacak. Yaaaa karena ego insecurenya terlalu tinggi.  Sejak pandemi, aku merasakan besarnya peran teman selama ini, dan saat itu pula Cacak menunjukkan hal yang sama. Lalu kita bertemu lagi di kampus, ketawa lepas di meja warkop, lalu kita bikin acara dan Cacak harus pergi ke Pare.

 

Ucapanku di chat saat itu betulan datang dari hati, aku merasa baru bisa ketawa ketiwi bareng, eh udah hilang lagi. Tapiiii, ternyata ada temu yang tak sempat terpikirkan. Mbulet ya Cak? Intinya aku bahagia banget bisa dekat dengan orang-orang yang model pertemanannya tanpa ada rasa gengsi. Bahagiaa banget. Terima kasih yang tak terhingga, Cak. Jangan bosan-bosan ngingetin aku soal baca dan nulis.

 

Btw Cak, bulan kemarin bulan ultah yang ke berapa? Berapa pun itu, aku selalu berharap Cacak selalu sehat, karena kalo sehat, Cacak bisa cari uang yang banyak biar bisa berkelana merealisasikan mimpi. Aku juga berharap, kalo pun Cacak punya Mbakyu, Cacak tetap bisa welcome ke teman-teman, terutama ke aku. Eh, tapi nanti pasti Mbakyu jealous ke aku. Wkwk

 

Happy birthday ya Caaakk, sorry telat.

 

 ***

 

Respon dari saya untuk surat di atas: 

 

Selamat pagi juga, Kawan. Udara Pare masih cukup sejuk seperti biasa, dan makanan masih murah seperti biasa. Jadi di usia ke-25 ini, beberapa hal masih berjalan seperti biasa. Hal-hal yang biasa selalu menarik minat: Ia serupa bunga liar di pinggir jalan yang tak diperhatikan orang dan, sekali kita melihat ia mekar di pagi hari dengan basahan sedikit embun, ia tiba-tiba jadi biasa yang tak biasa.

 

Ada banyak keajaiban dari hal-hal biasa yang bisa jadi oase. Kita tahu, di era penyembahan serba glorifkatif ini, bunga liar di pinggir jalan hanya akan dilihat dengan khidmat oleh mereka yang menikmati hari, sementara yang lain memuja apa yang tampak wah.

 

Sekarang masih hari biasa. Yang tak biasa aku nerima ucapan ulang tahun. Satu kawan mengirim ucapan pada hari yang benar. Sampean menyempal jauh hingga hari ini. Itu tidak masalah, tentu saja. Maksudku: Ini hari biasa, tetapi aku nerima doa baik dalam rangka yang juga baik. Ia bisa dianggap serupa oase juga.

Pesan Kikuk

Catatan pengantar untuk seri surat ulang tahun, tersedia di sini.

Seluruh nama, tempat, dan waktu dalam surat telah saya samarkan.

 

***

 

Baiklah, Keinan, siang ini mungkin sampean sedikit sial menerima pesan sedikit panjang dan ditulis dengan agak kikuk berikut:

 

Kemarin lusa kita ngopi, Laras bawa tumpeng dan temen pean yang lain bawa kue, aku langsung gagap ketika mereka merayakan ulang tahun sampean sehari lebih cepat sedangkan aku datang tanpa sedikit saja tahu rencana Laras, juga datang dengan tangan kosong. Gagap di awal itu membuat pikiranku gagal memutuskan bagaimana cara yang patut mengucap selamat ulang tahun pada kondisi seperti itu.

 

Tetapi perutku lapar dan tumpeng pean lebih mudah dieksekusi sebab tidak perlu pikir panjang tentang bagaimana cara makan. Senin pagi aku cerita ke Laras--dengan nada sedikit menggugat--soal gagap itu dan ia hanya tertawa.

 

Sial, dia membuat pikiranku makin kikuk.

 

Karena terlanjur kikuk, aku berpikir untuk cerita saja tentang beberapa hal, sebagai perayaan kecil ulang tahun. Cerita tentang kikuk, tentu saja. Pertama-tama: Well, selamat ulang tahun.

 

Mari kita mulai dari bagian di mana pada hari Rabu, Laras cerita kalau pean akan ke Surabaya. "Ada acara," katanya. O, aku pengen berbagi buku bagus sebagai hadiah ulang tahun pean. Dan Andi menyediakan waktu buat berburu beberapa buku bagus lain yang memang aku cari sebagai koleksi.

 

Kabar dari Laras itu, tentu saja, langsung memberi momentum buat cari buku yang dimaksud. Tetapi Andi baru bisa berangkat hari Senin, dan di hari Minggu pean bilang kalau langsung ke Malang. Nah, aku pikir, karena hari ulang tahunnya masih Senin, aku ada waktu buat nyicil kerjaan dan berburu hari Senin.

 

Itu rencana yang cukup bagus, sebelum aku terjebak ngopi di hari Minggu itu.

 

Senin pun aku masih kikuk dan di beberapa toko buku lawas, buku yang aku cari nihil. Buku yang bagus buat hadiah juga nihil. Dan berdasar percakapan bareng Laras, aku tahu beberapa barang cewek: namanya baru aku dengar selama hidup 24 tahun ini.

 

Mesin pencari memberi tahu wujud benda-benda itu dan Laras menertawai lagi saat aku bilang harus googling dulu supaya paham wujudnya.

 

Tetapi hari Senin aku harus setor tulisan dan barang yang namanya aneh itu agak susah dicari dalam waktu singkat sebab, di toko online proses pengiriman cukup lama dan di toko offline cukup butuh waktu karena deadline. "Di sekitar sini nggak ada, Laras?" tanyaku ke Laras. Ia bilang mungkin nggak ada, lalu aku curhat bahwa urusan hadiah bagi bocah yang sehari-hari hanya bercokol di depan laptop ternyata tidak mudah. Laras kembali tertawa dan mengakhiri chating bahwa ia selalu tertawa. Kadang aku merasa berbakat melawak.

 

Aku udah nggak tanya-tanya ke Laras dan ternyata barang itu mudah saja ditemukan. Lalu aku menghadapi masalah lain yang sebenarnya ini aib, juga agak konyol karena aku cerita langsung ke orangnya: Yeah... aku kikuk lagi yang mau ngasih.

 

Kejadian itu sebenarnya terulang lusinan kali. Sepupuku nikah dan aku beli kado dan aku kikuk mau ngasih, hingga kadonya dipinjam orang lain dan tak pernah kembali. Aku juga pernah bikin kado buat Andi tetapi nggak pernah sampai ke orangnya karena soal kikuk. Sialan.

 

Setelah agak menyerah bagaimana cara mengatasi ini—aku pilih cerita saja ke orangnya langsung. Aku pikir pean belum pernah dapet surat konyol tentang bocah yang gagap mengahadapi masalah sehari-hari yang sebenarnya sepele. Well, senang sekali jika sampean menganggap tulisan ini juga sebagai selebrasi.

 

Sekali lagi, selamat ulang tahun. Semoga sampean bertemu buku-buku menghibur, dan bagaimana kalau kita ketemu sebentar supaya hadiah ini rampung dan tidak dipinjam orang. Tentu jika pean masih di sekitar sini.


***


Keinan

Waaahh, kamu sudah bikin surprise dengan menyuguhi tulisan ini yg begitu panjang (emot ngakak), dimana siang menjelang sore ini sudah berhasil memberiku tawa dan menghibur dengan lelucon kikuk ini wehehe. Terima kasih atas ucapan dan doa yg baik ini semoga kebahagian selalu menyertai muu yaa.

boleh kita ngopi untuk menuntaskan dan sedikit mengurangi beban pikiranmu. Wkwkwk.

 

Otot Dewasa

Catatan pengantar untuk seri surat ulang tahun, tersedia di sini.

Seluruh nama, tempat, dan waktu dalam surat telah saya samarkan.

 

***


Selamat pagi di usia baru, Kawan. Kalau tak salah ke-24.

 

Sebagian orang menganggap ulang tahun sebagai hal biasa, ia pasti terjadi baik kita rayakan atau tidak. Tanpa ucapan selamat atau tidak. Karena aku nggak paham sampean tipe yang mana, anggap saja ini basa-basi. Selamat menikmati usia baru. Manusia barangkali punya otot humor, otot gembira, otot berempati, otot kasih sayang, untuk mengapresiasi kelucuan, kesenangan, keironian, kelembutan. Di usia makin dewasa, otot itu kian kuat. Jadi... selamat.

 

Nb: Karena tentu saja akan banyak pesan masuk, pesan ini tidak untuk dibalas.


Salam.

 

Tidak Wajib Tua

Catatan pengantar untuk seri surat ulang tahun, tersedia di sini.

Seluruh nama, tempat, dan waktu dalam surat telah saya samarkan.

 

***


Halo, Karina.


Sekarang pikiranku sedang terusik, dan, untuk pertama kali, aku niat berbagi usik-usik.

Kata Mbah Twain: "Usia adalah masalah pikiran atas materi. Jika kita tidak keberatan, tidak masalah."

Kata temennya Mbah Twain: "Menjadi tua: wajib. Sedangkan tumbuh: opsional."


Nah, kata-kata itulah yang mengusik, Ning. Twain itu orang nakal yang jenaka: ia seperti menolak menjadi tua dengan mengatakan usia hanya soal pikiran atas materi. Ini konyol, tapi aku setuju. Dan mengikuti Twain, aku bisa menolak gagasan menjadi tua adalah wajib. Yang lebih cocok begini: tumbuh adalah wajib, tua itu opsional, sebab bergantung pada pikiran kita atas usia.


Maksudku, selamat ulang tahun. Semoga tetap tumbuh, dan menjadi tua tidak wajib.


Terakhir: bancaan itu wajib, ulang tahun opsional.

 

***

 

Karina:

Ahahahahaa aamiin.. makasih, Cak. Gini ya kalo editor jurnal ngucapin ultah. Beda.

Kado mana kado?

 

Saya:

Kado... o, bentar. Mau istikharah yang cocok.

 

Karina:

Padahal aku pernah baca di blogmu, kalo beberapa tahun terakhir ulang tahunmu tanpa ucapan selamat. Makasih lo udah sudi kasih selamat.

 

Hasrat Bersenang-senang

Catatan pengantar untuk seri surat ulang tahun, tersedia di sini.

Seluruh nama, tempat, dan waktu dalam surat telah saya samarkan.

 

***


Selamat siang, Hanna. Di kotaku sekarang lagi mendung dan ini suasana yang nyaman buat nulis surat mini.


Secara umum, pikiranku kadang meloncat-loncat ketika berpikir untuk merayakan sesuatu dengan kreatif. Dan sejauh ini aku cuma merayakan sesuatu dengan menulis. Dengan kata lain, aku hanya mencoba untuk membuat tulisan-tulisan berbeda untuk satu topik. Well, selamat ulang tahun, Han.


Nah, itu ide utama dari surat ini: ucapan selamat ulang tahun. Percaya atau tidak, menulis ucapan ulang tahun, bagiku, agak susah. Pertama, tidak semua orang dalam lingkaranku yang aku kirim. Kedua, menulis surat sama seperti menulis pada umumnya: harus elegan dan tidak klise. Sekarang kombinasinya lengkap: aku harus nulis surat ulang tahun untuk kawan dekat tanpa terjebak pada ungkapan klise.


Demi membuat atmosfer yang sedikit berbeda, sebenarnya ucapan itu pengen aku kirim kemarin, dengan kalimat utama kira-kira seperti ini:


"Halo, Hanna, selamat ulang tahun. Tentu saja seharusnya sampean ulang tahun besok, tetapi mari persetan dengan tanggal dan kita berpura-pura tanggal tidak penting untuk merayakan apa-apa yang kita anggap baik. Jika pura-pura ini bisa kita rayakan dengan presisi, kita akan ahli berpura-pura atau tidak berpura-pura, untuk segala hal yang kita anggap baik di lain waktu--jika itu memang dibutuhkan."


Tetapi karena pertimbangan momen, terasa kurang pas. Mari kita pinjam saja aspek yang cukup menarik: pura-pura. Sekarang Hanna sudah ada di usia 23, jika tahun lahir di atas kertas itu benar. 23 tahun bukan usia yang menarik jika kita masih terjebak pada nilai-nilai umum yang mendefinisikan bagaimana manusia yang baik di usia 23 tahun: Memiliki pekerjaan tetap, memiliki pasangan, memiliki keturunan, dan sebagainya, dan seterusnya.


Bagi wanita, problemnya makin kompleks. Nah, ada satu harapan sederhana: Semoga sampean tetap memiliki hasrat bergelora untuk bersenang-senang, di mana saja, kapan saja. Sebab semakin menua, hasrat ini kadang makin berkarat atau bengkok atau malah hancur sama sekali. Kebanyakan kita menua dengan kondisi ancur-ancuran tanpa keinginan mencapai visi ketika muda. Semoga sampean tidak begitu.


Semoga ada jodoh--jika sampean berharap demikian. Wah, ini doa paling klise--maaf. Yang jelas semoga banyak uang.


Jika kalimat-kalimat di atas terasa kurang padu, mohon dimaklumi, karena merasa surat ini harus unik, aku menulis dalam satu kali tulis tanpa harus melakukan editing atau semacamnya. Jika sampean merasakan ada kalimat yang kikuk, itu baik, sebab untuk mengucapkan ulang tahun aku memang keseringan kikuk. Tetapi aku sedang tidak rela kalah dengan rasa kikuk lalu melewatkan hari ulang tahun kawan.

 

***

 

Balasan dari Hanna:


Selamat siang.

 

Rupa-rupanya, saya ketularan satu sisi Cacak yang tidak memedulikan tanggal lahir. Semalem, tanggal lahir di Facebook saya sembunyikan. Ya, sudah bisa dipastikan jika tanggal lahir tertera di Facebook, semua yang berkawan dengan saya akan mendapatkan notifikasi. Akhirnya, banyak ucapan mengalir dari kawan-kawan. Berbeda dengan hari ini, Cacak jadi orang kedua yang mengucapkan. Cukup untuk diapresiasi, karena Cacak hafal tanggal lahir saya. Sejujurnya, saya mulai lupa dengan tanggal lahir kawan-kawan.

 

Angka 23 tidak menghilangkan hasrat saya untuk bersenang-senang, nongki, jalan-jalan, ke Magetan, Banyuwangi, Surabaya, terlebih sama kawan-kawan. Jadi, kapan kita maen?

 

Semoga ada jodoh.. emm sementara saya mengamini jodoh dalam bidang pendidikan dan cuan. Untuk pasangan, semoga Tuhan menyiapkan yang terbaik. Hehe. Untuk doa banyak uang, saya amini duluan.

 

Oke, terimakasih atas sederet ucapan yang Cacak tulis. Tak pernah bosan baca tulisan Cacak, apa pun topiknya. Saya sering menyebut nama Cacak ketika membicarakan tulisan bersama satu kawan. Saya heran, dia bisa mengambil kesimpulan kalau saya suka sama Cacak. Cukup renyah untuk jadi bahan tawa. Manusia memang suka mengambil kesimpulan dari apa yang mereka lihat. Untungnya bukan Mbakyunya Cacak yang menyimpulkan demikian. Pasalnya saya sering dianggap merebut pacar kawan nongki. Lho, jadi curhat.  Terima kasih juga sudah mengakui saya sebagai kawan dekat.

 

Semoga segera memulih, Cak.

 

Sebuah Lampu di Kepala

 Catatan pengantar untuk seri surat ulang tahun, tersedia di sini.

Seluruh nama, tempat, dan waktu dalam surat telah saya samarkan.

 

***

 

Selamat malam teman yang baru saling kenal di kampus.


Bisakah kita sepakat bahwa semua orang pernah kebingungan tentang suatu hal? Yeah, maksud saya, ketika bingung, seseorang bisa terjebak dalam suasana personal yang rumit. Beberapa orang berhadapan dengan momen konyol ketika bingung. Saya pernah melamun di Indomaret dan membeli kaleng susu, tidak ada yang salah sampai saya sadar bahwa pada awalnya saya hendak membeli sebongkah sabun.


Saya sering kebingungan ketika mendapati seorang kawan baik berulangtahun. O, saya bisa pura-pura lupa tapi itu tidak baik untuk kesehatan pikiran: Rasa bersalah datang tiba-tiba setelah semua terlambat. Akhir-akhir ini saya melakukan kelupaan, tapi bukan pura-pura.


Jadi, selamat ulang tahun, Bu Guru. Beberapa kawan tentu saja sudah memberi doa. Mungkin tentang usia, jodoh, sukses, dan sebagainya. Saya ingin mencari celah yang belum diucapkan orang: saya ingin punya lampu dalam kepala, yang ketika ada masalah dalam hidup, lampu itu menyala untuk memberi solusi, seperti di film-film kartun, tapi saya belum punya lampu itu, semoga sampean punya, di ulang tahun ini. Sebab, biasanya, orang yang makin dewasa makin mampu menolong diri sendiri.


Wah, tapi itu doa yang klise juga ternyata. Tidak apa-apa. Saya memang sering kebingungan. Sekali lagi, selamat.

 

***

 

Dewi:

Sepakat, sekarang muncul kebingungan dalam diri saya. Gimana cara balas pesan ini.

Terimakasih banyak niat baikmu, meski akhirnya sama sama bingung.

Sungguh saya terharu.

 

Rahasia Awet Muda

Catatan pengantar untuk seri surat ulang tahun, tersedia di sini.

Seluruh nama, tempat, dan waktu dalam surat telah saya samarkan.

 

***

 

Halo Daiva.

 

Dua hari lalu Pak Facebook telah berbaik hati mengingatkan hari ulang tahun sampean. Aku pikir tempo hari kok lebih enak ngajak pean makan-makan bareng temen-temen sambil ngucapin ultah. Tapi ternyata sampean lagi nggak bisa keluar. O, jadi, nunda ngucapin tempo hari jadi nggak mbois.


Baiklah, selamat ulang tahun, Daiva. Tentu saja pesan ini terlambat. Maafkan, ya. Mari kita sedikit berpura-pura hari ini masih 23 Juli. Dan berpura-pura usia sampean sesuai dengan apa yang sampean kira, entah 22, 23, 69, atau, 17. Itu nggak masalah, sebab kebanyakan usia kita setua yang kita pikirkan. Dan kalo sampean merasa sudah tua, ada kalimat bagus dari Mbah Lucille: Rahasia awet muda adalah hidup dengan jujur, makan perlahan, dan berbohong tentang usia anda.


Sek, pesanku sudah terlalu melantur. O, sekali lagi, selamat ultah. Nanti mari makan-makan lagi bareng temen-temen.


***


Daiva:

Ya Allah di ucapin kamu malam-malam gini itu bikin terenyuh bacanya. Ngucapin ultahku pun pakai kata-kata akademis. Bangga punya temen kamu.

Ok, Cak. Aku setuju dengan Pean. Hehehe. Cukup doakan aku sekeluarga saja, ya. Semoga sehat selalu dan bisa makan makan bareng lagi.

Facebook always ngingetin kok kalau gak ada yg inget,  I am not alone.

 

Saya:

Facebook emang rajin. Tapi cuma ngingetin toh? Yang merayakan biasanya temen-temen.

 

Daiva:

Hahahaha. Pinter. Sekali lagi, bangga punya temen macam kamu, apalagi masih inget aku.