Catatan pengantar untuk seri surat ulang tahun, tersedia di sini.
Seluruh nama, tempat,
dan waktu dalam surat telah saya samarkan.
Catatan ini sedikit
bereda dari seri surat ulang tahun sebelumnya: seseorang mengucapkan ulang
tahun kepada saya.
***
Hai, Cak!
Saya pastikan, malam ini Cacak sudah
mengarungi alam bawah sadar Cacak. Hihi
Jadi, selamat pagiiii. Tarik nafas,
resapi udara segar yang masuk ke paru-paru, lalu hembuskan. Gimana kabar Cacak?
Sehat kan? Badan sebelah kiri Cacak yang sempet kecium body angkot, aman kaan?
Duuh maaf untuh hal itu.
Cak, aku mensyukuri skenario yang Tuhan
beri. Bisa ngobrol ringan dengan Cacak adalah anganku yang dulu sempat
kuhempas. Dulu, rasanya sangat tidak mungkin bisa curcol masalah pribadi ke
Cacak. Yaaaa karena ego insecurenya terlalu tinggi. Sejak pandemi,
aku merasakan besarnya peran teman selama ini, dan saat itu pula Cacak
menunjukkan hal yang sama. Lalu kita bertemu lagi di kampus,
ketawa lepas di meja warkop, lalu kita bikin acara dan Cacak harus pergi ke Pare.
Ucapanku di chat saat itu betulan
datang dari hati, aku merasa baru bisa ketawa ketiwi bareng, eh udah hilang
lagi. Tapiiii, ternyata ada temu yang tak sempat terpikirkan. Mbulet ya Cak?
Intinya aku bahagia banget bisa dekat dengan orang-orang yang model
pertemanannya tanpa ada rasa gengsi. Bahagiaa banget. Terima kasih yang tak terhingga,
Cak. Jangan bosan-bosan ngingetin aku soal baca dan nulis.
Btw Cak, bulan kemarin bulan ultah yang ke berapa? Berapa pun itu, aku selalu berharap
Cacak selalu sehat, karena kalo sehat, Cacak bisa cari uang yang banyak biar
bisa berkelana merealisasikan mimpi. Aku juga berharap, kalo pun Cacak punya
Mbakyu, Cacak tetap bisa welcome ke teman-teman, terutama ke aku. Eh, tapi
nanti pasti Mbakyu jealous ke aku. Wkwk
Happy birthday ya Caaakk, sorry
telat.
***
Respon dari saya untuk surat di atas:
Selamat pagi juga, Kawan.
Udara Pare masih cukup sejuk seperti biasa, dan makanan masih murah seperti
biasa. Jadi di usia ke-25 ini, beberapa hal masih berjalan seperti biasa.
Hal-hal yang biasa selalu menarik minat: Ia serupa bunga liar di pinggir jalan
yang tak diperhatikan orang dan, sekali kita melihat ia mekar di pagi hari
dengan basahan sedikit embun, ia tiba-tiba jadi biasa yang tak biasa.
Ada banyak keajaiban dari hal-hal
biasa yang bisa jadi oase. Kita tahu, di era penyembahan serba glorifkatif ini,
bunga liar di pinggir jalan hanya akan dilihat dengan khidmat oleh mereka yang
menikmati hari, sementara yang lain memuja apa yang tampak wah.
Sekarang masih hari biasa. Yang tak biasa aku nerima ucapan ulang tahun. Satu kawan mengirim ucapan pada hari yang benar. Sampean menyempal jauh hingga hari ini. Itu tidak masalah, tentu saja. Maksudku: Ini hari biasa, tetapi aku nerima doa baik dalam rangka yang juga baik. Ia bisa dianggap serupa oase juga.