Jumat, 14 Januari 2022

Menjadi Lebih Baru Setiap Hari

Satu September 2019


“Ada sisa tenaga buat nulis?”


“Aman, tenaga saya masih banyak.


“Berarti bisa ditambah tafsirnya, ya?”


“Ampun dah kalau mau nambah tafsir. Saya pamit undur diri. Ini juga belum sampai.”


“Lho, masih macet di mana?”


“Masih di terminal. Aplikasi ojol masih dipakai nganter Ibu-ibu ke deket ITS, sambil nunggu ia sampai, saya tinggal ngopi di sini.”


Lalu ia mengirim gambar sebuah kopi disertai dengan caption pendek: jomblo. Di meja tempat gelas itu berdiri sendirian, saya melihat sebuah tulisan, lalu spontan mengirim balasan: “Di meja ada tulisan makan ati. Awas.” Ia menjawab baru sadar.


**


19 September 2019


“Sudah?”


“Tunggu sebentar.”


“Cek.”


“Sudah?”


“Iya.”


“Okey.”


Saya tidak tahu percakapan itu terjadi dalam konteks apa. Benar-benar tidak jelas.


**


17 Oktober 2019


“Pinjem kuota pinjaman ke perpus dong. Satu aja nggak masalah.”


“Jangan satu, masih sisa empat, pakek semua aja.”


“Wah, besok ke perpus, ya.”


“Hmmm... gimana, ya. Ada syaratnya: Koreksikan proposalku.”


“Siaaaaap.”


**


20 Oktober 2019


“Ayo ngebakso.”


“Ayok. Kapan? Habis Isyak ya?


“Okee.”


“Mbak Ani (bukan nama sebenarnya) masih mandi.”


“Wah... yakin abis Isyak selesai itu mandinya?”


“Hahahaha. Selesai. Kita semua jalan kaki, ya.”


“Yakin kuat? Setauku putri duyung itu berenang bukan jalan kaki.”


Gapleki. Jalan aja. Pulang ngegrab. So sweet to? Yaiyalah.”


“Deal.”


**


30 Desember 2019


“Kata si A kamu pulang, ya? Kemarin suruh pijit nggak mau. Sekarang gimana? Mendingan?


“Iya pulang biar nggak ngerepotin temen-temen. Sekarang sudah mendingan lah.”


“Kena marah?”


“Enggak dong.”


**


3 April 2020


“Ayo bancaan setelah sidang.”


“Padahal aku udah diem-diem, eh tetep aja ada yang tau. Sini ke rumah tak belikan bakso.”


“Selamat, ya. Turut senang.”


**


28 Mei 2020


“Cak, udah selesai nulis skripsinya?”


“Aman. Silakan tebak sendiri saja, aku bagian membenarkan tebakan itu.”


“Pasti sudah. Aku request skripsinya, besok kalau sudah ujian minta pdf-nya.”


**


12 September 2021


Saya mengirim file kepada dia untuk minta bantuan diedit.


“Harus diserahkan kapan ini?” katanya. “Nanti malam?”


“Santai saja, tapi kalau bisa hari ini, soalnya besok pean sudah kuliah, sori agak maksa.”


“Haha, aku tadi mau bilang gitu (besok ada kuliah). Kalau nggak segera aku kirim, keburu dapet tugas mata kuliah. Nanti malem deh tak kirim balik.”


Saya mengucapkan terima kasih kepadanya.


Dan ia mengirim file editan pada 23.43 WIB.  


“Makasih buanyak, ya.”


“Yuhuuu. Sama-sama. Misal nanti belum selesai dan perlu bantuan buat melanjutkan koreksi, bolek kirim balik lagi, kok. Nggak usah sungkan.”


**


29 September 2021


“Masih digentayangi deadline?” katanya.


“Yah... masih seperti biasanya. Hahaha.”


“Berat badan dijaga, ya.”


“Aman. Sampean juga.”


“Susah. Semakin naik usia, semakin turun aja berat badan. Hahaha.”


“Lho ya... sampean perlu penggemukan badan metode bakso bujangan. Aku pernah nyoba, meski gagal.”


**


7 Oktober 2021


Ia membuat story pamflet di mana foto saya mampang sebagai pengisi. Jika ingatan saya tidak luput, ia menulis sebuah harapan, bahwa melalui materi yang saya buat dengan mengorbankan tumpukan deadline lain, semoga saya menemukan pasangan.


“Sumpah ngakak,” kata saya membalas story yang ia buat.


“Biar temen-temen tahu, dibanding dengan pujian ‘suhu’, kamu lebih butuh mbakyu.”


Wah... ia kadang sedikit keliru tafsir.


Beberapa kali saya mengirim pesan stiker kepadanya, “numpang ngirim beruang ini, ya. Lucu dilihat,” begitu kira-kira kata saya.


Lalu ia mengirim stiker yang jauh lebih lucu, ialah tiga makhluk kecil yang berkepala besar dan mondar mandir sambil mengangkat tangan. “Kalo lagi penat bilang aja. Nanti aku suplai stiker.”


“Siap,” kata saya.


***


Di luar rentang panjang chating di atas, banyak tumpukan pembahasan yang menarik. Saya harus menghilangkan detail-detail untuk lebih ringkas, tetapi dari percakapan di atas, ia bisa dikatakan sebagai kawan baik saya. Sangat baik.


Beberapa bulan lalu ia ulang tahun yang ke 24, dan praktis sekarang waktu bergulir menuju ke 25. Saya menulis surat ulang tahun di ponsel, tetapi karena kekeliruan copy-paste, surat itu terhapus oleh catatan lain. Meski demikian saya masih ingat beberapa detail penting karena pesan itu memang tidak terlalu panjang. Ia hanya berisi harapan-harapan pendek.


Sudah barang tentu saya senang memiliki kawan seperti dia, yang memiliki semangat belajar meski kadang terganggu malas; yang memiliki sikap dewasa meski tentu kadang kembali ke bocah. Dan yang paling penting ia mampu berprasangka baik. Itulah mengapa, jika saya tidak menyukai sesuatu, saya akan ringan mengatakan kepadanya. Jika saya menyukai beberapa perangainya, saya juga ringan menunjukkannya.


Saya tidak pernah berdrama dengan dia. Tetapi jika kelak itu terjadi, saya kira tidak akan berlangsung lama. Apa yang harus terjadi, terjadilah. Dan apa yang sudah terjadi, biarkan. Kira-kira begitu cara main saya dengan orang-orang dekat. Saya hanya agak jengkel jika ia ruwet diajak diskusi. Saya beberapa kali memintanya untuk presentasi di forum kecil tentang perkuliahan, dan ia seperti menganggapnya sebagai angin lalu.


Beberapa kawan lain juga sama. Beberapa senior juga sama. Itulah mengapa saya menulis catatan mencari teman belajar itu sulit, post bulan Desember tahun lalu.


Kembali pada soal ulang tahun. Saya kira sebagai orang dewasa, ia mungkin paham bahwa manusia tidak menjadi lebih tua dengan tahun, melainkan, sebagaimana kata Dickinson, hanya menjadi lebih baru setiap hari. Dengan demikian mengukur perjalanan dari tahun ke tahun hanya mempersempit keadaan, lebih elok mengupayakan satu langkah pada satu waktu, sebab itulah yang diperlukan untuk sampai pada tujuan.


Jika hal itu sudah disadari, kita sudah siap menua, dengan atau tanpa persiapan. Menjadi bocah atau menjadi tua sama sekali bukan masalah, bagi orang yang mampu memaknai bagaimana dirinya harus menikmati hari-harinya.