Sabtu, 13 Agustus 2022

Sok Sibuk dan Malas

Tidak ada perbedaan anatara sok sibuk dan malas. Maksud saya, sok sibuk dan pemalas kadang berujung pada hasil yang sama. Pemalas mampu membuat dirinya merasa tidak perlu melakukan sesuatu, dan orang sok sibuk selalu merasa dirinya memiliki banyak pekerjaan, ialah sok sibuk itu sendiri.


Anda berkata tidak memiliki waktu baca buku? Benarkah? 10 menit cukup untuk membaca setidaknya satu-dua halaman. Tetapi mungkin anda memilih main Twitter. 10 menit itu juga bisa anda alihkan untuk membaca empat halaman jurnal. Tetapi anda tidak melakukannya. Selain itu, anda biasa berpikir tidak memiliki waktu menulis? Benarkah? Saya tidak yakin sebab kemungkinan anda hanya malas.


Sebelum anda merasa “dituduh”, kata “anda” itu merujuk pada pengalaman pribadi. Artinya ia adalah kebiasaan saya belaka. Menipu orang lain mungkin sering kita lakukan. Tetapi menipu diri sendirilah yang sebenarnya kita lakukan sehari-hari. Setidaknya saya.


Misalnya, saat saya memiliki daftar hal-hal sulit yang harus saya lakukan, dan saya tidak tahu bagaimana harus melakukannya, saya akan merasa sangat sibuk meski tidak melakukan hal apapun. Jika ada seorang teman yang menghubungi untuk jalan-jalan, misalnya, saya jelas akan menolak. Padahal saya tidak melakukan apa-apa. Well, saya menulis bagian ini sambil menahan tawa. Konyol.


Pagi-pagi, misalnya, seorang kawan menghubungi. “Ayo kita keluar, sampek sore aja,” katanya.


“Aku banyak kerjaan,” kata saya, sambil berpikir betapa berharga waktu dari pagi hingga sore.


Padahal yang saya lakukan hanya duduk memikirkan apa yang harus saya lakukan. Hingga sore hari, bahkan. Maka saya mendapati sore yang begitu-begitu saja, tanpa ada solusi yang saya buat. Jika saya menerima tawaran kawan itu, tidak ada bedanya. Saya akan melawati hari dengan senang, mungkin, dan mendapati sebuah sore di mana tugas daftar tugas masih banyak. Yah, setidaknya ada agenda menyenangkan daripada duduk-duduk berpikir keras. Itulah konteks sok sibuk yang saya maksud.


Tetapi, tanpa proses duduk lama yang kadang tidak menghasilkan apa-apa itu, saya benar-benar kolaps. Sebab di lain waktu, proses duduk lama itulah yang menentukan solusi besarnya. Kadang duduk itu sia-sia, kadang menghasilkan. Jadi, tiap duduk ada satu harapan yang saya pelihara. Nah, berapa banyak orang yang sok sibuk seperti itu? atau mungkin sok sibuk dalam hal lain?


Katakanlah, seseorang memiliki banyak tugas, dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Alih-alih berpikir, ia hanya sibuk main media sosial. Jika ada gangguan atas aktivitas “sok sibuk” itu, ia akan merasa terganggu. Nah, berapa banyak sosok ini?


Pemalas cukup sama. Ia punya banyak daftar tugas, tetapi malas. Ya sudah, malas itu berujung pada “kesibukan” tidak produktif. Misalnya tidur. Saya banyak mendapati orang-orang seperti ini. Mereka mengaku ingin bisa menulis tugas dengan baik. Tetapi yang mereka lakukan adalah rebahan. Kan... sialan. Saat saya coba memberi arahan data-data yang harus mereka cari, mereka bilang ada kerjaan lain. Dan pekerjaan lain itu seringkali adalah... nongkrong-nongkrong saja.


Saya paham, mengerjakan tugas kuliah dengan baik adalah pekerjaan pelik. Bahkan, sama seperti Garcia Marquez, saya memiliki ketakutan saat menulis kalimat pertama untuk tugas-tugas saya. perlu proses berpikir yang sulit dan terasa nyaman jika ditinggalkan saja. Mungkin banyak dari mereka yang belum “siap”, tetapi kesiapan adalah mitos.


Memang, seperti yang saya tulis di sini, banyak kesibukan yang dipoles sedemikian rupa, padahal akarnya hanya malas. Saya mengakui sering seperti itu. Jika anda sama, mungkin lebih baik anda mengakuinya. Dan mari jadikan itu sebagai kesadaran untuk berubah lebih baik pelan-pelan.


Kita punya banyak waktu untuk mengerjakan tugas-tugas kita. pekerjaan-pekerjaan sulit kita. Sama seperti kita punya banyak waktu untuk nongkrong tidak jelas, main Twitter tidak jelas, nonton reels IG tidak jelas. Atau joget-joget TikTok yang menggelikan. Kita punya banyak waktu untuk menulis. 10 menit setelah makan, atau 5 menit setelah mandi. Apalagi jika tulisan itu hanya semacam curhatan seperti ini.


“Aku perlu fokus untuk menulis. Tidak bisa main spontan 10 menit setelah makan seperti katamu.”


Lha ya sudah. Terserah situ.