Sabtu, 08 Mei 2021

Angka dari Locket

Perusahaan aplikasi android, Locked, telah berbaik hati melakukan sesuatu yang musykil dilakukan orang-orang sibuk: menghitung berapa kali dalam 24 jam orang-orang membuka ponsel. Locked mengatakan ada orang yang menggeser layar kunci ponsel sebanyak 900 kali, dan rata-rata orang menengok ponsel 110 kali. Begitulah saya baca di sebuah artikel Kompas. Pada studi lain orang rata-rata cek ponsel 150 kali.

 

Sebagaimana kebanyakan orang-orang yang sok sibuk, saya tidak punya waktu untuk menghitung berapa kali cek ponsel dalam seharian penuh. Tetapi saya pikir angkanya tidak jauh berbeda dari penelitian di atas. Ketika saya menulis uneg-uneg ini, dan berpikir untuk menulis paragraf pertama, saya sudah dua kali menggeser kunci layar ponsel, padahal saya sudah bersikeras untuk menahan diri, tetapi tangan saya bertindak otomatis, seperti makhluk yang memiliki otak sendiri.

 

Dan apa sebenarnya yang saya lakukan dengan ponsel adalah hal-hal tidak penting. 

 

Pada masa-masa santai dan jauh dari kejaran deadline, saya sering menghabiskan waktu membuka pesan-pesan di WhatsApp, kebiasaan ini menjalar ketika saya berkejaran dengan deadline. Ada saat di mana saya buntu mencari data, alih-alih terus berusaha, saya malah menengok ponsel, membuka WhatsApp, menggeser pada slot story, dan membukanya.

 

Sementara data yang saya cari belum ditemukan, saya malah terpaku pada story-story yang—sebenarnya, mohon maaf—beberapa di antaranya kurang penting. Penting dan tidak penting tentu terkait standar masing-masing orang. Tentu saya tidak patut berharap orang-orang berbagi sesuatu yang menyangkut masa depan bumi seratus tahun kedepan. Tetapi saya benar-benar tidak tahu apa manfaat berkabar bahwa dirinya telah mandi, atau jadwal kegitannya yang begitu padat (tetapi masih sempat bikin story).

 

Mungkin saya berlebihan. Apa boleh buat karena ini menyangkut standar penting dan tidak penting masing-masing orang. Saya tidak patut mengusik keyakinan orang bahwa berkabar dirinya telah mandi termasuk hal penting di dunia. Maksud saya, seringkali saya menghabiskan waktu untuk hal-hal tidak penting dengan membuka kabar semacam itu.

 

Karena kesadaran tersebut, akhir-akhir ini saya cukup mempertimbangkan hal-hal yang ingin saya bagikan di story, misalnya, apakah sesuatu yang saya bagikan cukup penting? Atau jika tidak cukup penting, apakah telah diungkap dengan selera humor yang baik? Jika tidak, saya menahan diri, meski seringkali gagal dan story saya tetap berisi persoalan tidak penting. Mungkin hal itu telah membuat beberapa orang geli, seperti saya juga geli atas story tertentu. 

 

Berbagi link blog pun saya kadang ragu. Apakah ini penting bagi orang lain? Jangan-jangan pikiran mereka terganggu membaca tulisan saya.  

 

Soal-soal itu, masih soal story WhatsApp, belum status Facebook, cuitan Twitter, sebut lainnya. Saya benar-benar telah terdistraksi pada sesuatu yang tidak penting. Bahkan mungkin karena terlalu sering berbuat demikian, juga melihat kawan-kawan lain berbuat sama, saya telat menyadari bahwa itu masalah. Dan membawa efek mengejutkan. Salah satunya ialah suatu ketika saya butuh cek kata di KBBI, lalu ketika membuka ponsel malah teralih pada WhatsApp.

 

Sialan.

 

Dari durasi waktu yang cukup sering menengok ponsel, tentu saja, ada selipan-selipan hal menarik yang patut disenangi. Misalnya, saya melihat guru saya sedang pamer bacaan bagus, atau melihat kawan-kawan dekat sedang melakukan sesuatu sederhana tetapi mengungkapkan dengan cara elegan. Sebagian berusaha elegan meski belum berhasil, biasanya malah membuat sedikit risih. Anda tahu rasanya mendengar decitan besi tergores yang menyakiti telinga? Semacam itu, tetapi berlaku untuk pikiran. Dan banyak video menarik di Youtube, dan artikel bagus di internet. Keduanya dapat menjadi sumber pengetahuan.

 

Saya mengulang dengan takjub angka-angka dari Locket. 110 kali sehari. 110 kali sehari. 110 kali sehari. Bahkan mungkin halaman buku yang saya baca tidak menyentuh angka itu. Bahkan jumlah halaman yang saya tulis tidak akan pernah mencapai angka itu—selama sehari. 

 

Wah, saya hendak tobat. 110 kali sehari? 150 kali sehari? Astaga, meski telah lama mengetahui angkat itu, ia masih mengintimidasi saya.