Seorang kawan saya menghadapi dilema: Ia ingin menemani Ibunya, tetapi ayahnya menyuruh untuk lanjut kuliah pada jenjang pascasarjana. Kawan saya ini, menulis pesan cukup panjang untuk mengajak saya bercakap-cakap. Saya membaca pesan panjang itu dengan pelan-pelan, dan terdiam cukup lama memikirkan cara yang pantas untuk merespon. Lalu saya menulis surat berikut, saya transkrip sebagaimana aslinya, dengan sedikit editing dan tambahan.
Entah Makhluk Apa itu Kuliah
Surat Untuk Diana (bukan nama asli)
Kadang kita memang tidak akan pernah mendapat rumusan pasti tentang apa fungsi duduk di bangku pendidikan. Tetapi ada konsekuensi untuk hidup tanpa pembelajaran: Perangai diri yang mudah berpikir panas, dan memutuskan masalah dengan abai pada apa yang inti. Tentu saja di luar dua poin di atas masih banyak efek-efek lain, tapi berpikir panas menimbulkan efek merusak buat sekitar, membereskan masalah tanpa melihat inti masalah juga akan menimbulkan masalah lain.
Pendidikan formal kita, sialnya, tidak dibangun dengan kerangka awal yang mampu membuat kita menjadi pembelajar. Alih-alih, sejak pendidikan dasar, kita sering merasa berat untuk belajar, setidaknya dalam pengalaman saya. Karena itu, untuk mendapat fungsi menjadi pembelajar, kita seringkali harus masuk dalam rimba pengetahuan itu secara mandiri.
Jadi apa fungsi pendidikan? Entah.
Tetapi, memang ada masalah serius ketika kita tidak mampu menikmati bidang yang kita ambil dalam perkuliahan. Tugas-tugas dosen bisa saja menjadi pil bunuh diri, perkuliahan menjadi hari-hari yang menjemukan, dan seterusnya. Kecuali kita punya sesuatu yang menari di kampus, pacar, misalnya.
Di luar masalah tugas, saya pikir, kamu merasakan daya tarik tertentu di bidang yang kamu pilih. Jujur saja, sepertinya tidak ada cara lain untuk menikmati keilmuan itu kecuali kamu mempelajari poin-poin yang menarik minatmu.
Tanpa niat membandingkan dengan cara yang tidak patut, saya dulu memilih teologi karena sering mendengar keterangan guru yang menjakjubkan tentang linguistik kitab suci. Ketika masuk kuliah, saya tanpa sengaja banyak membaca literatur kritis atas Alquran dan, seketika, hal itu menggoncangkan pikiran, lalu semua seperti berubah. Minat belajarku melebar ke banyak bidang tanpa fokus yang jelas.
Tapi itu rahmat. Yeah, saya berharap kamu sampai pada titik menemukan sesuatu yang menarik dari prodi yang kamu pilih. Belum terlambat tentu saja, apalagi jika di sana ada dosen yang bisa mengantar pada minat kita dan selalu membuat pikiran tercerahkan. Jika tidak ada pun mungkin ada buku-buku yang kamu temukan, dan menarik.
Sejauh pengalaman kita, masalah kuliah cenderung bisa diatasi, entah dari bantuan kawan kelompok, atau memang ada keajaiban. Kita cenderung mampu untuk mencari posisi dalam mengatasi kuliah.
Kita tidak pernah akan pernah tahu dunia apa yang akan kita temui dengan keilmuan yang kita geluti. Saya tidak berminat mengatakan, “Kamu pasti bisa, kamu pasti mampu,” sebab hanya kamu yang benar-benar bisa memompa diri sendiri. Romastisasi semacam itu jarang bertahan lama di pikiranmu.
Satu-satunya hal yang bisa kita pertanyakan: berani terjun? Dan jawaban itu menentukan segalanya. Kita perlu pemantik untuk tahu bahwa ternyata kuliah tidak serumit yang kita bayangkan. Dan semoga kamu berani.
Pada dasarnya, kita merasa optimis maupun pesimis terhadap sesuatu bergantung pada pengetahuan kita. Jika kita tahu akan menang, kita optimis. Jika kita tidak tahu dan tidak memiliki manajemen pikiran yang baik, kita pesimis. Tetapi, kita dapat meminimalisir apa yang kita tidak tahu tentang masa depan dengan simulasi risiko.
Jika kita mengambil kuliah, apa risikonya? Semampu apa kita dapat menangani? Jika kita kuliah di Jakarta, apa kelebihan dan risikonya? Jika kita menikah, apa risiko dan sesuatu yang kita dapat? Mampukah kita menangani risiko itu? Dan semua keputusan bisa bergantung pada prediksi kita.
Setelah menghitung dengan cermat, kita hanya bertugas melakukan sebaik mungkin. Apapun hasilnya. Jika gagal, coba lagi, gagal lagi, coba lagi, dan kita memiliki kesempatan untuk gagal dengan cara yang lebih baik. Pada konsep ini, tidak ada optimis, tidak ada pesimis. Yang ada adalah bagaimana kita menghadapi tantangan.
Well, dan masalahmu bukan hanya kuliah, ada juga arahan sang ayah, yang sepertinya juga tidak ada jalan lain kecuali rembukan. Komunikasi kata orang sekarang. Saya tak tahu, apakah hubunganmu dengan sang ayah secair dan sewajar biasanya, sebab kalau ternyata tidak biasa komunikasi, ini juga masalah.
Jadi, untuk masalah ini, kamu mungkin akan lebih baik jika membaca sekilas tentang berbagai hal yang dapat menjadi risiko, dan siapkah kamu mengatasinya. So, kuliah atau tidak, ia hanya makhluk biasa.