Kangen pada seseorang adalah satu hal, dan cara kita mengungkapkan kangen itu adalah satu hal lain. Saya sedang rindu kawan-kawan dan kesusahan mengatakan pada mereka, terutama jika hanya dengan mengirim pesan pendek, “Halo, aku kangen kamu.” Kawan cowok, jika menerima pesan itu akan risih dan akan menganggap saya aneh. Kawan cewek, sepertinya akan kebingungan menerima pesan itu. Kau kangen aku, tumben bilang, begitu kira-kira reaksi mereka—dalam bayangan saya.
Di luar reaksi-reaksi di atas, masih
terdapat kemungkinan lain yang tidak bisa saya jangkau berwujud seperti apa.
Pada dasarnya, saya membayangkan reaksi itu karena saya tidak terbiasa
mengatakan kangen pada mereka. Mengatakan kangen pada cowok? Wah, susah. Mengatakan
kangen pada cewek? Ada kemungkinan salah paham akan terjadi. Semoga anda
memahami maksud saya.
Beda soal jika saya terbiasa
mengatakan pada mereka dan sialnya saya tidak memiliki kebiasaan itu. Bahkan
saya tidak terbiasa mengatakan kangen pada siapa-siapa: tidak keluarga, tidak
kawan. Pada titik tertentu, ketidakbiasaan ini menimbulkan rasa geram pada
diri sendiri. Anda tahu, seperti ada sesuatu yang sebenarnya bisa anda
lalukan, tapi otak dan tubuh anda tidak sudi bekerja mewujudkan hal tersebut.
Jadi sementara sedang berkelebat
banyak momen bersama mereka, saya hanya dapat menahan jengkel karena tidak bisa
mengatakan apa-apa kepada mereka tentang ini. Sebenarnya saya mengajak
lemari, kipas angin, kalender, lampu belajar, dan benda-benda lain di kamar
untuk bercakap-cakap. Dengan khidmat, saya katakan pada mereka bahwa
saya kangen kawan-kawan: “Hai Tuan Kalender, saya kangen pada kawan, menurut
Anda saya perlu masuk ke mesin waktu untuk kembali pada momen tertentu?”
Tentu saja Tuan Kalender diam, tapi
saya bayangkan ia menjawab, “Tidak ada yang bisa kau lakukan, maupun perlu kau
lakukan, mereka sudah memiliki dunia masing-masing, Nak.”
Yah, apa boleh buat, mereka memang
sudah memiliki dunia masing-masing, terutama jika sudah menikah. Anda punya
kawan yang sudah menikah? Anda sudah merasakan kehilangan mereka, bukan? Mereka
sudah bukan lagi kawan seperti yang anda kenal dulu, begitupun anda di mata
mereka—jika anda sudah menikah dan sibuk dengan keluarga anda.
Saya punya sepupu yang dari kecil
sudah sangat akrab. Ketika ayah saya meninggal, ia tinggal di rumah saya untuk menemani
hingga beberapa bulan. Kami sangat dekat, hingga dia menikah. Dan semuanya
berubah: seperti ada warna lain pada tubuhnya yang tidak saya kenali lagi,
warna itu, seolah mengatakan, “Aku memiliki keluarga kecil yang sekarang lebih
penting dari pertemanan kita.”
O, jika saya menikah, tentu saja
saya juga akan berkutat mengurus keluarga kecil saya. Pada banyak momen,
ingatan kebersamaan dengan kawan hanya hidup sebagai kenangan yang muncul
sambil lalu. Barangkali kenangan-kenangan membuat atmosfer aneh yang, tidak
membutuhkan waktu lama, harus segera kembali di simpan jauh di kedalaman, sebab
keluarga harus mendapat porsi utama. Sepertinya menyedihkan.
Sekarang saya belum menikah, dan
kawan-kawan yang saya rindukan kebanyakan juga belum menikah, namun demikian
saya sudah kesulitan mengembalikan momen-momen bersama mereka dalam dunia
nyata.
Ketika dulu masih kuliah, saya sudah
menyadari waktu-waktu seperti akan tiba. Karena itu, ketika bersama kawan-kawan
di kampus, saya menikmati betul momen-momen itu. Selepas kuliah, kami ngobrol
di kantin; ketika akhir pekan, kami jalan-jalan; pada banyak kesempatan, kami
ngopi dengan penuh tawa; kadang saya menjadi sopir mereka, tukang masak mereka, dan tukang tulis di media sosial selepas acara bersama mereka berlangsung,
sebagai pengingat momen-momen.
Di blog ini ada satu catatan bersama
kawan-kawan, di tempat lain ada sekita empat catatan. Wah, kadang saya merasa
dikepung jejak-jejak mereka dan saya menghindari membaca catatan itu ketika
sedang sedih, sebab hal itu membuat waktu menyiksa dengan cara yang halus.
Sekarang saya hanya perlu kemampuan untuk mengatakan kangen pada mereka. Tunggu, jangan-jangan ini hanya kangen satu arah; kangen yang tidak akan berbalas rasa yang sama. Baiklah, sepertinya saya belum terlalu butuh untuk mengatakan pada mereka, tulisan ini sudah mewakili.