Saya
punya
dua perjuangan “kecil” akhir-akhir ini.
Pertama, tidur sedikit. Entah kenapa, rasanya sayang
sekali menghabiskan waktu dengan tidur. Masih banyak yang harus dikerjakan. Saya
sering kehabisan waktu saat memenuhi deadline. Dan setelah membaca beberapa
cara tidur orang visioner, saya sungguh merasa malu. Donald Trump tidur hanya
empat jam setiap hari. Winston Churcill, hanya tidur selama dua jam sehari. Tesla
menghabiskan waktu dua jam—seperti Churcill. Dan, well, mereka tetap hidup
sehat dan bugar. Ketika ditanya resepnya, Churcill menjawab, “cintai
pekerjaanmu.”
Itulah usaha yang sedang saya biasakan. Meskipun susah
setengah mampus. Tak jarang, satu hari saya berhasil, tapi di hari yang lain malah
kelewat 10 jam. Meski demikian, saya mulai menikmati jam tidur yang sedikit. Lebih banyak hal yang bisa diselsaikan. Lebih banyak lembar buku yang dibaca.
Kedua, tidak jatuh cinta. Rasanya memang manusia tak
bisa lepas dari ini. Dan kalian pasti mafhum, bagaimana cinta membuat kita
bodoh bukan kepalang. Dari melakukan hal-hal konyol hingga drama tak penting. Cinta
tak jarang membuat saya kehilangan akal sehat. Tentu itu berpengaruh pada
kehidupan sehari-hari, termasuk merusak jadwal yang saya susun.
Pasti menyenangkan bisa hidup tanpa gangguan cinta
dan tidur. Dalam
pikiran saya, seseorang yang mampu mengatasi dua hal tersebut pasti dapat
menjalani tujuan hidup dengan lebih fokus. Imam Zamakhsari dan Tabari termasuk dua
tokoh yang saya kagumi. Bukan hanya karena mereka berpikiran cerah, lebih dari itu, mereka dapat
menaklukkan dua jebakan semesta--cinta dan tidur. Mereka tampak seperti mengalahkan takdir.
Kalau imam Zamakhsari dan Tabari termasuk tokoh yang
tak bisa saya temui lagi, lain lagi dengan beberapa “sesupuh” saya di dunia nyata.
Saya cukup memiliki kenalan orang-orang yang sebegitu visionernya,
hingga urusan menikah menjadi nomor dua.
Tampaknya saya sudah terlalu melantur. Yeah, namanya
juga harapan. Tapi saya ingat beberapa saran kawan, “ya menikahlah, siapa tahu
istrimu sama visioner dan mendukungmu sepenuh jiwa.”
Siapa tahu?