Seorang bocah menemui Abu Jahal karena penasaran alasan ia menguping lantunan suara Nabi membaca kitab suci. Ia bertemu dan bercakap-cakap yang berakhir dengan kebingungan:
“Jadi, Abu Jahal, kau orang kafir yang gemar mendengar Alquran, eh, hingga rela menghabiskan waktu petang hingga fajar tiba. Saya harap Anda punya asalan bagus.”
“Jadi, Abu Jahal, kau orang kafir yang gemar mendengar Alquran, eh, hingga rela menghabiskan waktu petang hingga fajar tiba. Saya harap Anda punya asalan bagus.”
“Apa kau muslim, Nak?”
“Ya, saya Muslim, bahkan sejak kecil.”
“Oh, Nak. Sepertinya perjalanan belajarmu
masih sangat panjang, kau muslim yang malang, tampaknya kau melewatkan
keistimewaan wahyu agamamu itu begitu saja!”
“Maaf, maksud Anda?” katanya bingung.
“Tidakkah kau iri padaku? Yang terkenal
karena koleksi kejahatanku terhadap Nabimu begitu lengkap—oh sebut apapun, tapi
aku tak perlu bantuan profesor untuk merasakan keindahan wahyu agamamu itu!”
Si bocah tersentak dan mencoba segera berkilah, “Tentu saja karena Anda orang Arab, dan berbahasa Arab, Hisyam.”
Si bocah tersentak dan mencoba segera berkilah, “Tentu saja karena Anda orang Arab, dan berbahasa Arab, Hisyam.”
“Ya, tapi bukankah gurumu menjelaskan
semua orang bisa mempelajari kitabmu itu, apapun latar belakangnya, karenanya
aku yakin perjalanan belajarmu masih belum apa-apa!”
Si bocah tertunduk dan menjawab, “Ya, Anda mungkin benar, saya belum belajar sama sekali.”
Abu Jahal kini tertawa, menggelengkan kepada, mendekatkan wajahnya pada wajah bocah hingga mimik wajah yang simpatik dan memandang si bocah yang kini tampak penuh ironi, “Mungkin benar, Nak? Oh, buang kata mungkin itu, karena memang demikian kenyatannya. Lebih dari itu, kau
hanya menganggap kitabmu turun untuk kemudian kau bisa menyewa seorang
membacanya pada pesta pernikahanmu, kau juga berpikir wahyu itu turun untuk kau
tulis kemudian kau menaruhnya di dinding rumahmu, kau membacanya, bahkan
sebagian kau hafal, tapi sama sekali kau lewatkan pesannya, keindahannya, dan
segala hal yang seharusnya kau ketahui, apa bedanya dirimu dengan ahl al-Kitab
sebelummu?”
Kata-kata itu terdengar seperti petir bagi telinga si bocah, ia makin kebingungan dan tak menemukan senjata berkilah untuk kali kedua, “Anda benar Abu Jahal, kan? Maksudku, Anda tampak mengerti tentang Alquran, atau tepatnya bagaimana Alquran diperlakukan.”
Abu Jahal terdiam, hening meliputi sejenak.
“Bukalah matamu, Nak," Suaranya melanjutkan. "Kau tak mengenalku,
kau tak tahu isi hatiku yang sebenarnya, sama seperti kau tak tahu isi hati
para orang pintar di sekelilingmu.”
“Maaf, maksud Anda apa?” kata bocah dengan dahi nampak sedikit terlipat kernyit.
“Maksudku, belajarlah, Nak. Belajarlah
serakus mungkin.”
Si bocah pergi, dengan perasaan mbuh...