—Gus Fathi yang semoga selalu bahagia,
28 Juli
2020, sampean dateng ke Al-Jawi dan menggotong badanku ke warung Ayam Nelangsa.
Kita ngobrol soal skripsi dan menikmati ayam bakar, tumis kangkung, jamur
tepung, dan yang paling penting, teh syahdu. Teh paling cocok di lidah ketika
itu.
Setelah
diskusi skripsi beres, kita berbelok ngobrol soal jodoh. "Aku masih cari
yang cocok," kata sampean. Belakangan aku paham, calon yang cocok itu
merujuk pada keahlian qari'. Lalu sampean balik bertanya kenapa aku masih
jomblo dan aku menjawab ingin lanjut kuliah dan merampungkan hal-hal lain.
Kita
pulang dan merasa senang menikmati hal-hal yang telah kita bahas, sebelum
akhirnya kena tilang di jembatan layang, karena putar balik sembarangan.
Sampean sudah berusaha menghindar dari polisi tetapi Pak Polisi berhasil
menyelinap di antara ratusan motor. Kita takjub kenapa polisi sebesar itu
berhasil macak bertubuh kecil. Dan, seperti biasa, sampean memilih sabar,
bahkan merasa beruntung cuma ditilang, dari pada celaka. Itulah mungkin yang
ingin sampean tekanan di segala kondisi: Bejjo.
Lalu
Bejjo jadi sebuah brand. Aku ketular bejo juga, sepertinya. Sebab dua kali
dapet parfum bejo, gratis.
Ada
buku bagus yang judulnya bikin geleng-geleng kepala. Buku tentang orang-orang
Bejjo. Ditulis oleh Richard Wiseman berjudul The Luck Factor. Pak Richard
neliti mengapa ada orang beruntung dan mengapa ada apes. Apakah ada faktor
penyebabnya? Dan ia menjawab ada. Ia menggunakan metode ilmiah ketat, bukan
berdasar afirmasi atau teori-teori motivasi semacamnya.
Bisa
dikatakan, itu buku ilmiah pertama tentang orang-orang beruntung.
Jadi,
apa faktor beruntung itu? Kalo sampean
penasaran dan ingin menambah faktor bejo, bisa berburu versi
Indonesianya. Tetapi, menurutku sampean tidak terlalu butuh itu. Sebab,
sebagaimana menurut akun Twitter, sampean sudah terlahir bejo.
Aku
nggak paham bagaimana masa kecil sampean. Tetapi jika diurut dari kampus,
sampean sudah sangat bejo. Jika telat daftar satu atau dua tahun, usia ijazah
sampean sudah nggak bisa diterima. Kebejoan lain, sampean punya teman kelompok
yang, meski nggak selalu pinter, tapi cukup solid. Setidaknya untuk
menyelesaikan tugas makalah.
Kita
tahu, tugas mahasiswa IAT itu berurusan dengan kitab-kitab tebal. Cukup
mengerikan.
Lalu,
soal skripsi... bukankah sampean juga bejo?
2020
kita lulus. Itu agak ajaib sebenarnya. Bukan hanya ajaib bagi sampean, tetapi
juga aku. Dulu nggak pernah terbayangkan bisa kuliah. Apakah sampean pernah
menyadari betapa ajaibnya kelulusan kita. Yah, mungkin itu kebejoan yang lain.
2020
telah berlalu dan sampean menemukan pasangan yang cocok. Waktu berlalu cepat
dan pertemuan kita makin pendek dan renggang. Ketika di rumah, kadang aku
merindukan saat-saat nelpon sampean untuk makan gulai kacang ijo, lalu lanjut
ngopi.
Itu
saat-saat terbaik. Ngobrol sama sampean bisa menjadi jeda dari tugas-tugas
berat dan aku bisa mendapat cerita-cerita dengan karakter sampean yang sabar.
Dan bejo. Jarak kita sudah terlampau jauh dan nasib baik kurang berpihak.
Bahkan,
sudah tiga atau empat kali rencana datang ke rumah sampean selalu gagal.
Pertama saat resepsi pernikahan. Itu saat di mana aku menancap di Jember.
Kedua, ketiga, keempat, saat kuliah ke kampus. Tetapi gagal semua karena
terburu waktu.
Sebenarnya,
aku pengen menyalami sampean dan mengucapkan selamat dengan cara yang patut.
Tetapi ternyata hingga hari ini hal itu belum bisa terjadi.
Terima
kasih sudah menulari kebejoan, Gus. Setidaknya selama ngetrip bareng, selama
aku berkunjung ke Ampel, sampean selalu menjadi penopang yang tangguh. Juga
suka traktir kawan-kawan. Sekarang sampean harus traktir istri seumur hidup.
Kita
masih punya rencana umroh backpacker. Tetapi mari kita endapkan sejenak. Siapa
tahu ia mewujud dalam bentuk yang lain. Jadi, selamat mentraktir istri. Ingat,
hati-hati saat putar balik, ya. Pak Polisi bisa disemprot parfum Bejo tetapi ia
pasti tetap menilang.
Salam.
--Surabaya, 26 Desember 2022