Tidak ada satupun manusia yang kebal dari patah hati, kata Guy Winch—psikolog terkemuka Amerika. Ia mendedikasikan sebagian hidupnya untuk menangani kasus patah hati. Dari Pak Winch saya menyimak kisah patah hati dari Kathy dan Miguel, lalu saya merasa banyak hal yang mampu saya serap. Kisah itu seolah menjadi senjata dan peringatan untuk saya.
Kathy adalah sosok
wanita yang merencanakan akan menikah di usia 29 tahun. Ia akan menemukan suami
di usia 27 dan menikah dua tahun setelahnya. Itu rencana yang ia susun sejak
remaja. Tetapi ketika usia 27 tahun, ia tidak bertemu calon suaminya, alih-alih,
malah tumbuh benjolan di payudaranya. Kata dokter benjolan itu adalah jenis
kanker mematikan. Kathy menjalani komoterapi keras selama berbulan-bulan dan
operasi menyakitkan. Pengobatan ini menghambat rencana romantisnya di dunia
pasangan.
Setelah waktu
panjang, sembuh dan siap untuk terjun ke dunia pasangan lagi, tetapi tumbuh
benjolan di payudara lain dan ia harus melakukan proses pengobatan yang sama,
berkali-kali kembali. Kathy pulih, dan melanjutkan kehidupan di New York. Ia bertemu
dengan Rich dan jatuh cinta. Hubungan itu adalah segalanya bagi Kathy: harapan
hidupnya mengakar di sana.
Enam bulan setelah
hubungan itu, Rich membuat pertemuan romantis di restoran favorit mereka di New
England. Kathy tahu ia akan melamarnya, dan merasakan luapan kegembiraan yang
tidak bisa ditahan. Tapi Rich tidak melamar Kathy, pertemuan itu adalah
percakapan pemutusan hubungan. Rich kehilangan rasa cinta kepada Kathy,
mungkin.
Kathy rusak—atau
hancur. Rusak serusak-rusaknya, sehancur-hancurnya, dan ia menjalani proses
pemulihan psikologis. Selama masa itu, Kathy tidak berhenti memikirkan Rich,
hatinya selalu hancur. Pertanyaannya Pak Winch: Mengapa? Mengapa wanita yang
sangat kuat ini tidak mampu mengumpulkan sumber daya emosional yang sama untuk
menghadapi patah hati sebagaimana ia menghadapi kanker?
Barangkali kita
adalah Kathy juga. Mengapa mekanisme emosional dan sumber daya yang membuat
kita melewati semua jenis tantangan hidup seolah tidak berfungsi dan membuat
kita gagal total ketika patah hati? Sebenarnya ini tidak masuk akal, bukan?
Tetapi banyak penjelasan yang bisa kita telusuri. Dan masih mengacu pada Pak
Winch, penyebabnya adalah, ketika patah hati, kita dipimpin oleh pikiran yang
tidak bisa kita percayai.
Dari penelitian
tentang patah hati yang sudah ada, orang-orang yang memiliki pemahaman jelas
tentang mengapa hubungan itu berakhir berperan sangat penting bagi kelancaran
move on. Namun pada sisi lain, ketika kita diberikan penjelasan atas mengapa
hubungan itu berakhir, kita menolaknya. Patah hati menciptakan rasa sakit
emosional yang sangat dramatis, pikiran kita terpacu untuk memberi tahu kita
bahwa penyebabnya harus sama dramatisnya. Dan insting ini begitu kuat, merusak
orang-orang rasionalis tingkat tinggi sekalipun.
Kathy, misalnya,
terus terpacu pikiran bahwa sesuatu telah terjadi selama liburan romantisnya
dengan Rich yang memperburuk hubungan itu hingga Rich memilih putus. Kathy
terobsesi untuk mencari penyebab itu. Jadi dia menghabiskan waktu berjam-jam
melewati setiap menit mencari petunjuk yang tidak ada di ingatannya; pikiran Kathy
menipunya untuk memulai mengejar hantu sialan yang sebenarnya tidak ada.
Well, patah hati
adalah proses penipuan pikiran. Ia lebih berbahaya daripada yang kita sadari
selama ini. Ada alasan mengapa kita mempertahankan perasaan sakit ketimbang
mencoba untuk menghindarinya. Studi otak telah menunjukkan bahwa patah hati
mengaktifkan mekanisme yang sama di otak orang yang sedang proses rehabilitasi
narkoba. Ini mengerikan, sebenarnya.
Pada kasus Kathy, ia
sedang mencari narkobanya: Rich. Tetapi ia tidak mendapatkan narkoba itu. Orang
yang sedang menjalani proses rehabilitasi sebenarnya berusaha keras menahan
keinginan untuk mencicipi narkoba. Dan Kathy sama, tetapi karena tidak mendapat
narkoba itu, otak bawah sadarnya memilih zat “metadon”: Ialah ingatan-ingatan bersama
Rich.
Dari sini Kathy
mendapat dua gejala: Di satu sisi ia mencari penyebab mengapa hubungan itu
putus—yang sebenarnya kadang tidak perlu dicari. Pada sisi lain, ia terus
mengingat momen bersama Rich. Itulah mengapa patah hati selalu sulit. Pecandu
narkoba tahu mereka kecanduan, mereka tahu sudah waktunya menikmatinya lagi.
Tapi orang patah hati tidak tahu mereka kecanduan. Dan ini perlu disadari:
ketika kita menyusuri jalan kenangan, entah melihat pesan di WhatsApp atau menguntit
dia di media sosial, kita hanya memberi makan kecanduan kita dan memperdalam
rasa sakit emosional dan memperumit proses penyembuhan.
Dengan kata lain,
mengatasi patah hati bukan sebuah perjalanan, ini adalah pertarungan. Dan
asalan mengapa kita putus menjadi senjata terkuat kita. Artinya, kita harus
benar-benar tahu alasan itu. Jika kita putus karena dia menikah dengan orang
lain, maka kita tidak perlu mencari alasan-alasan lain, seperti: Apakah saya
tidak cocok baginya; apakah kita sudah melakukan kesalahan. Tidak perlu. Ia
menikah, dan itu artinya kita harus move on.
Lanjut di sini.