Sabtu, 27 Februari 2021

Tulisan Saya Diplagiat

Para penulis biasanya geram setengah mati ketika tulisannya diplagiat, rasa geramnya barangkali setara seperti orang kecil terjerat hukum—menghadapi orang besar—dan berharap jargon keadilan diterapkan. Si orang kecil harus mengubur utopia ia akan mendapat hak yang seharusnya ia terima, sedang si penulis harus punya stok tabah yang banyak sebab plagiasiarisme menjadi wabah di negeri ini dan, seperti si orang kecil, penulis seringkali tidak dapat berbuat banyak.

 

Dari pakar propaganda Nazi kita menjadi tahu bahwa kebohongan yang diulang-ulang akan dipercaya sebagai kebenaran. Sialnya, jika kebohongan dilakukan banyak orang, ia menjadi lumrah belaka dan tidak ada yang menganggap masalah. Dari alur seperti itu saya curiga urusan plagiat menjadi urusan panjang di negeri ini sebab dari hulu ke hilir plagiat kian menjamur. Seperti korupsi.

 

Petinggi universitas melakukan praktik plagiasi dan fenomena ini menjalar pada akademisi di lapisan bawah. Pada akhirnya plagiasi hanya menjadi barang yang dimaklumi. 

 

Ketika awal-awal menulis, dulu saya juga melakukan praktik plagiasi. Saya terpengaruh esai-esai yang saya lahap dan enak dibaca itu, lalu dengan sadar meniru mentah-mentah. Sekarang saya tahu bahwa ada perbedaan penting antara terinspirasi dan plagiasi. Inspirasi bisa muncul ketika kita membaca tulisan bagus: Mungkin kejadian dalam tulisan itu pernah kita alami, mungkin kalimat-kalimat cerdas itu merangsang asosiasi kita terhadap ide kita yang sebelumnya tergambar samar. Itulah terinspirasi.

 

Plagiat sama sekali berbeda: Kita membaca tulisan dan mendapatinya mencerahkan, lalu, karena kita memiliki kesetujuan tinggi, gairah meluap, dan ingin tampak hebat, kita menjiplak tulisan itu. Beberapa orang menjiplak dengan malu-malu: Ia, misalnya, menulis pengalaman pribadi tetapi struktur tulisan, urutan detail, dan gaya deskripsi meniru sepenuhnya.

 

Anda akan jengkel jika tulisan anda diplagiat secara malu-malu dan kasar seperti itu. Anda mendapati tulisan di suatu tempat dan tulisan itu mirip dengan tulisan anda. Anda mungkin akan memaki-maki tulisan orang lain itu sebab, selain praktik plagiatnya di satu sisi sudah memalukan, di sisi lain, ia jelas menggambarkan bahkan untuk urusan plagiat ia tidak pandai. Setidaknya, saya berpikir seperti itu karena ternyata tulisan saya banyak diplagiat orang. Sialan!

 

Di masa kuliah, tulisan makalah saya untuk kepentingan presentasi juga sering diplagiat, terutama oleh mahasiswa kelas lain yang mendapat judul makalah yang sama. Beberapa di antara mereka ada yang meminta izin untuk mengutip tulisan saya dan saya menyetujui kepentingannya dan ia plagiat sama sekali. Tidak ada keterangan ia mengutip. Tentu saja lebih banyak yang tidak meminta izin sebab mereka aman belaka: Tulisan itu tidak akan mereka publish. 

 

Saya tidak bisa apa-apa ketika itu. Bahkan untuk menyembunyikan tulisan saya saja tidak mungkin sebab tulisan makalah biasa dishare di grup WhatsApp kelas. Dan tulisan itu menyebar. Kawan saya berkomentar bahwa kejengkelan saya soal makalah yang diplagiat terlalu berlebihan. Tetapi menurut saya tidak juga, sebab saya melakukan riset untuk setiap makalah yang saya tulis, dan proses riset itu kadang melelahkan bagi pemula seperti saya.

 

Saya berlelah-lelah melahirkan makalah—yang mungkin sederhana—dan orang lain mudah mencurinya. Di akhir perkuliahan saya tidak terlalu merisaukan soal “pencurian” makalah, sebab si pencurilah yang juga rugi: Ia akan kepayahan menghadapi skripsi dengan kebiasaan buruk itu. Saya menjadi lebih rilex, tetapi sekarang saya tidak bisa bersikap masa bodo.

 

Anda tahu, urusan plagiat ini ternyata merembet pada tulisan lain: Catatan di Facebook dan blog telah dicuri, dengan cara serampangan dan kasar. Saya kecewa, jengkel, dan sementara ini saya tidak akan bertindak banyak. Tetapi, hey... jika anda tuan yang merasa plagiat—baik tulisan di blog, FB, jurnal, dan prosiding—membaca catatan ini (dan saya yakin anda membacanya), saya ingin berbagi sedikit pesan:

 

Kualitas dan integritas diri kita sebagai pekarya dipertaruhkan dari, antara lain, bagaimana cara kita mengapresiasi karya orang lain. Dan plagiat jelas praktik tidak menghormati karya orang—apalagi jika kita mengenal orang itu. Dulu saya juga melakukan hal demikian dengan kesadaran remang-remang, tetapi tidak lama setelah saya paham, saya menghapus tulisan-tulisan plagiat itu, atau saya mengubahnya sedemikian rupa hingga tulisan itu benar-benar “bersih”. 

 

Saya akan senang jika anda melakukan hal yang sama, syukur bila anda melakukan dengan cara yang lebih terhormat. Tetapi jika tidak, juga tidak masalah. Toh anda tidak akan masuk penjara karena plagiasi tulisan orang biasa seperti saya.