Jumat, 19 Februari 2021

Tabiat Manusia Kepentingan

Hari ini sudah menjadi pengetahuan umum bahwa setiap orang harus bertanggungjawab atas dirinya sendiri, tentang apa-apa yang ia kerjakan atau masalah yang dihadapi. 

 

Akan baik jika semua orang memiliki kesadaran demikian sebab hari-hari ini kadang masih ada perangai minta tolong yang melewati batas kewajaran. Misalnya, saya dan anda pasti pernah menerima masalah seseorang—setelah ia ceritakan dengan panik—lalu meminta kita untuk turun tangan atas masalah orang itu. 

 

Gelagat orang-orang ini kadang juga kurang sopan karena bertingkah seolah-olah kita memiliki kaitan langsung untuk membereskan masalah mereka sehingga sedikit-banyak memperlihatkan tabiat bahwa ia selalu ingin dipentingkan. Menghadapi masalah adalah satu hal, dan menyeret orang lain dalam masalah adalah hal lain. Saya pikir poin ini mudah dipahami orang.

 

Ternyata tidak. 

 

Manusia penuh kepentingan itu, yang tidak terlalu dekat dengan kita—atau cukup dekat, selalu datang dengan asumsi bahwa kita sedang menganggur dan tidak memiliki masalah juga. Ia kehilangan batas wajar bahkan dalam awal-awal komunikasi. Saya dan anda kadang dibikin keheranan mengapa ada orang semacam ini. Kadang saya bertanya apakah efek pendidikan yang kurang baik sehingga untuk prinsip betanggungjawab saya orang harus gagap?

 

Saya sendiri—sebagai makhluk sosial—(meski kurang mampu bersosial) tentu sering menghadapi masalah dan butuh bantuan orang. Maka, saya minta bantuan. Sejauh kebiasaan itu, langkah yang saya ambil adalah memastikan sejak percakapan awal bahwa itu adalah masalah saya. Dengan cara permisi itu, saya ingin memastikan bahwa jika ia mengulurkan bantuan, bantuan ini berangkat dari fakta bahwa ia tidak sedang mengatasi masalah yang lebih besar.

 

Tetapi, minta bantuan seringkali adalah langkah terakhir setelah semua uasaha mandiri telah buntu belaka. Tetapi... tidak semua orang seperti itu. Tetapi... kadang saya juga salah.

 

Saya berharap anda tidak bertemu jenis orang berwatak kepentingan:

 

Ia mengirim pesan kepada anda bahwa ia sedang dalam masalah, lalu ia meminta anda—dengan cara serampangan—untuk ikut mengatasi masalah itu, dan, jika anda menolak, ia akan menyalahkan anda (dan diam-diam menjual kejelekan anda), seolah anda penanggungjawab atas masalah orang penuh kepentingan ini. 

 

Saya senang belaka membantu orang lain, jika saya bisa dan mampu dan sempat. Terutama jika orang ini adalah orang dekat. Kita tahu, masalah orang dekat kita seringkali adalah masalah kita juga, kegembiraan mereka juga bagian dari kegembiraan kita. Orang ini akan kita uluri tangan jika terjebak masalah, sebagaimana mereka akan membantu kita jika kita berada dalam masalah. 

 

Sekali lagi, saya berharap anda tidak bertemu dengan manusia kepentingan. Saya juga tidak berharap bertemu dengan orang-orang yang dalam kepalanya hanya ada kepentingan-kepentingan egoistis. Lalu saya harus waspada, bahwa saya mungkin pernah demikian pada orang lain, dan mungkin akan menjadi manusia berwatak kepentingan belaka. 

 

Dan lupa pernah menulis ini.