Pikiran melantur saya pernah membawa pada satu momen
di mana pasangan saya kelak—oh, jika saya punya pasangan—akan marah karena saya
kalah perhatian dengan Facebook dalam mengingat tanggal jadian atau tanggal akad
atau tanggal ulang tahun.
Saya sendiri menghindari menganggap perulangan tanggal
adalah hal penting, selama hal tersebut hanya berkaitan dengan hal-hal pribadi
saya, ulang tahun, misalnya. Dan semenjak ada Facebook, saya berhenti menulis
pada note tanggal ulang tahun orang-orang dekat. Anda tahu, kebiasaan ini
tiba-tiba terasa buang-buang waktu ketika Pak Facebook telah berbaik hati
mengingatkan saya bahwa seorang teman berulang tahun.
Meski Pak Facebook baik, ia kadang menggerus sisi “sakral”
momen penting manusia. Jika dulu ucapan selamat ulang tahun menunjukkan
perhatian kita pada seseorang, sekarang tidak lagi, bisa jadi kita dengan mudah
mengucap selamat ulang tahun pada teman hanya karena terlanjur diingatkan
Facebook. Jika kita memilih tidak mengucapkan, misalnya, si kawan mungkin akan
mengira kita bukan teman yang baik karena sudah jelas Facebook menunjukkan hari
spesialnya.
Kita mengucap apresiasi barangkali hanya karena “tidak
enak”. Dan jangan-jangan, kita mengucap ulang tahun hanya untuk sekedar
basa-basi.
Sejak dulu saya memiliki pengamatan kecil dengan cara
sederhana: menghilangkan tanggal lahir di Facebook dan, sejak enam tahun lalu
hingga sekarang, saya tidak pernah menerima ucapan ulang tahun. Bahkan dari
keluarga dekat! Lucu.
Pengamatan itu seperti menegaskan perkiraan saya bahwa
ulang tahun bukan lagi sesuatu yang sakral sejak ada Facebook: kita mengingat
tanggal bergantung pada Facebook.
Sejak tidak menerima ucapan ulang tahun, saya
menganggap hari lahir sebagai hari biasa, dalam hal ini saya mengikuti kata
Mark Twain, “Usia adalah masalah pikiran atas materi. Jika Anda tidak
keberatan, itu tidak masalah.” Benar juga, kata saya ketika dulu membaca
kalimat itu, ulang tahun ternyata hanya soal pikiran atas materi yang jika saya
cuek, apa masalahnya?
Dalam konteks usia, satu-satunya masalah—jika boleh
dikatakan masalah—adalah jika kita percaya bahwa usia adalah kue yang dapat
basi. Dan usia memang dapat basi. Dengan kata lain, kita dikejar batas-batas
usia dan saya menganggap itu masalah karena di usia yang demikian berkurang
masih banyak hal yang belum rampung dikerjakan.
Sekarang saat menerima ucapan ulang tahun mungkin saya
akan risih dan tampak kikuk saat menjawabnya.
Jadi, saya tidak lagi memperhatikan ulang tahun dan
setiap minggu menulis daftar hal-hal yang belum dikerjakan. Saya membuat diri
serajin Facebook dalam mengingatkan diri deadline hidup. Tentu sebagai penghormatan
pada teman, saya mengucap ulang tahun di hari spesial kawan, dengan perantara
Facebook.
Kelak mungkin saya akan menulis di kalender ponsel
tanggal ulang tahun kawan dekat atau tanggal penting lain karena tanggal
penting tidak melulu soal ulang tahun. Bagaimanapun, saya tidak mau diingatkan
Facebook; belum saatnya saya berpikun-pikun.