Jeremy Bentham meninggal tahun 1832 dan karena prinsip yang ia pegang tubuh tanpa nyawanya masih duduk hingga hari ini di University College London.
Bentham adalah
pemikir penting mazhab utilitarianisme modern. Jargon terkenal “kebahagiaan
terbesar dari jumlah terbesar”, di tangan Bentham berubah menjadi prinsip moral
yang menentukan benar-salah. Bagi Bentham, tindakan manusia itu dikontrol oleh
hasrat untuk mendapat kebahagiaan-kesenangan dan menghindari rasa sakit. Ia
membuat kriteria dari kesenangan dan rasa sakit yang kemudian berpengaruh
terhadap dunia hukum.
Sederhananya, Bentham
menginginkan sebuah sistem hukum yang memihak pada sebanyak mungkin jumlah
orang. Jadi, jika kita menjadi hakim atau penyusun undang-undang, misalnya,
maka keputusan yang kita buat harus berpihak kepada kepentingan orang banyak. Utilitas
berupaya menghasilkan keuntungan, manfaat, kebaikan, dan kebahagiaan.
Perjuangan lain
Bentham adalah mengusahakan kesetaraan manusia, pemisahan agama-negara, menghapus
perbudakan, menentang irasionalitas agama, dan, yang paling nyentrik,
mengusulkan hak-hak binatang. Tetapi ia dipelajari dan dikenang karena prinsip
utilitas. Dan karena prinsip ini tubuhnya tetap ada hingga sekarang.
Tubuh orang meninggal
tidak memiliki kegunaan apapun, setidaknya menurut pemikiran banyak orang. Tetapi
Bentham adalah filsuf dan ia jelas tidak berpikir sebagaimana kebanyakan orang
berpikir. Berpegang teguh pada pemikiran utilitas, di mana seseorang harus
memberi manfaat sebanyak yang ia mampu—demi kepentingan orang banyak, sebelum
meninggal ia menulis wasiat kepada temannya, dokter Thomas Southwood Smith
untuk membedah tubuhnya demi kepentingan medis. Pak dokter dan kawan-kawannya
mungkin dapat memanfaatkan tubuh itu demi berbagai kepentingan pengetahuan.
Bentham terkenal
memiliki selera humor yang baik dan kita bisa membayangkan ia mengatakan pada
Pak Smith: “Hay, Pal. Dari pada tubuhku dimakan cacing-caing tanah sialan,
kenapa kau tidak membedahnya saja. Barangkali kau akan menemukan sesuatu yang
kau butuhkan untuk kemajuan dunia medis.” Tetapi setelah proses pembedahan, ia
masih memiliki permintaan lain, saya kutipkan sebagai berikut:
“Kerangka (tubuh)
yang dia buat kepentingan medis untuk disatukan sedemikian rupa sehingga
seluruh tubuh dapat duduk di kursi yang biasa saya tempati ketika hidup, dalam
posisi di mana saya duduk saat berpikir—ketika saya menulis buku.”
Beberapa ahli
mengatakan bahwa wasiat itu juga ingin mengolok-ngolok kaum agama yang biasanya
mengharuskan mayat dikubur dan didoakan. Yeah... dengan tubuh tetap duduk seperti
itu—posisi berfilsafat, Bentham memang memiliki selera humor, eh. Lagi pula,
Bentham enggan merepotkan berbagai orang jika ia harus dikubur. Kita tahu, di
Inggris ketika itu, keluarga duka harus mengeluarkan berbagai biaya, dari
penguburan jenazah, pembelian tanah kubur, dan lain-lain. Bentham tidak ingin
seperti itu.
Maka, sore hari pada tanggal
9 Juni 1832, jenazah Bentham di bedah, di depan para dokter. Sebelum prosesi itu
Smith berorasi, “Jika perampasan dari orang mati dapat membuat kebahagiaan (manfaat)
bagi orang hidup, maka adalah tugas saya untuk menaklukkan keengganan yang
mungkin saya rasakan.” Sebuah kalimat penghormatan untuk Bentham.
Tetapi bagian
tengkorak Bentham gagal diawetkan dengan baik sehingga menimbulkan kerutan dan
kerusakan sedemikian rupa. Akhrinya kepala asli itu disimpan di sebuah kotak
khusus dan sebagai pengganti mereka membuat kepala palsu dari lilin. Sesuai dengan
wasiat Bentham, tubuhnya diawetkan, dalam posisi duduk sebagaimana ia minta. Sekarang
ia sudah mati, tetapi tubuhnya masih duduk di sebuah box di UCL. Dalam situs
remisnya tertulis kita bisa mengunjunginya pada hari Senin-Jumat (09.00-18.00).
Ketika ada acara-acara tertentu, Bentham “dibawa” sebagai sebuah icon. Biasanya ia akan duduk di depan bersama orang-orang penting. Saya tidak tahu apa yang dipikirkan orang-orang ketika melihat Bentham seperti itu. Tetapi saya senang melihat fotonya—hanya itu yang saya bisa, sambil bergumam, ia telah mati, bahkan ia mati dengan tetap menganut prinsip filsafatnya.