Kamis, 26 Agustus 2021

Sosok yang Harus Anda Nikahi

 Tracy McMillan menggunakan dress biru pendek-elegan saat berdiri di gedung konferensi dan menerima gemuruh tepuk tangan setelah ia menyampaikan apa yang ia pikir perlu disampaikan, dan ia menyampaikannya dengan tegas: Seseorang yang benar-benar perlu anda nikahi adalah diri anda sendiri.

 

Tracy lahir di Minneapolis dari seorang ibu yang bekerja sebagai pelacur, dan pecandu alkohol. Ayahnya—yang ia panggil Freddie—seorang pengedar narkoba, juga germo, dan telah dipenjara nyaris sepanjang hidup Tracy. “Dalam banyak standar konvensional, ayah saya buruk. Dan bajingan. Bahkan mengerikan,” tulis Tracy dalam buku memoarnya yang memikat, I Love You and I’m Leaving You Anyway.

 

Ada nada marah dan kecewa dalam tulisannya. Dan kita tahu mengapa: Karena orangtua “tidak beres” itu, Tracy hidup dari satu penampungan ke penampungan. Di usia sembilan tahun ia telah menghuni penampungan ke-24. Ibunya menaruh Tracy di penampungan sejak ia berumur tiga bulan. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana Linda membuang saya—darah dagingnya yang lucu, tulis Tracy. “Inilah perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan berencana.”

 

Lagi-lagi, ada nada kecewa yang dalam. Bahkan ia menulis: Sebagian orang pada dasarnya manusia. Sebagian yang lain, bukan. 

 

Latar belakang itu membuat Tracy besar dengan kekosongan di rongga hatinya.  Ia menginginkan keharidan ibu, tapi nihil. Ia menginginkan perhatian ayah, tapi tidak mungkin. Belakangan, ia mengaku memiliki satu ambisi dalam hidup: Tidak ditinggalkan. “Cara untuk melakukannya, adalah saya perlu menikah.” katanya. “Itulah cara agar saya dapat memenuhi tujuan itu.”

 

Tracy menikah di usia 19 tahun, dengan pria yang dikenalnya selama dua tahun sebelumnya. Dan sebelum itu, ia hamil, aborsi, depresi, drop out. Ia merokok ganja. Kenny adalah suami yang baik baginya. Ia membebaskan Tracy dari masalah keuangan, dan memberinya sikap manismembukakan pintu mobil, atau mungkin menyiapkannya sepiring sarapan. 

 

Sayang, bagi Tracy, Kenny adalah suami yang harus ditinggalkan, bukan karena ia buruk, tetapi Tracy merasa ada yang salah dengan hubungan seksualnya. Ia tak pernah mengalami orgasme, kecuali hanya satu kali. Ia juga selalu tertarik pada pria lain untuk membuktikan apakah ada yang salah dari sistem di tubuhnya, atau di tubuh Kenny. Tracy pernah selingkuh pada satu malam dengan pria band.

 

“Kurasa kita harus bercerai,” kata Tracy suatu hari di dalam perjalan.

 

“Haruskah aku memutar mobil?” respon suaminya. Sebuah respon penerimaan sempurna, bagi Tracy. Kenny memang tipe pira berkepala dingin, dan telah memendam perasaan ada yang “tidak beres”, tetapi ia bertahan. Ia bukan pria yang akan meninggalkan istri. 

 

Lambat laun, kehidupan tetap berjalan, dan Tracy merasa menemukan orang yang tepat untuk menjadi suami kedua: Daniel. Sama seperti Kenny, Daniel adalah pria baik. Dari pernikahan ini Tracy memiliki anak. Dan ketika si anak lahir, baru Tracy merasa ada yang salah. Daniel hanya menginginkan anak, bukan sang ibu. Makin hari gelagat Daniel semakin menegaskan apa yang dipikirkan istrinya. “Dia bahkan hamir tidak berbicara padaku,” kenang Tracy. “Suatu hari saya mengatakan tentang, oh, saya tidak tahu, cuaca (mungkin), dan dia bahkan tidak mendongak dari korannya!”

 

Tracy tidak tahu harus berbuat apa. Ia ingin pergi, kedua kalinya, tetapi ia merasa bersalah.

 

“Bersalah? Sepertinya kebutuhanmu tidak terpenuhi.” Kata sahabatnya. 

 

“Kau benar,” kata Tracy. “Itulah poinnya. Apakah kebutuhanku terpenuhi?”

 

Dan sesuatu yang harus terjadi, terjadi. Perceraian.

 

Seperti yang sudah seharusnya dialami oleh semua makhluk yang masih bernyawa, hidup wanita yang telah bercerai dua kali itu masih harus bergulir. Ia membesarkan anak, bekerja di televisi, dan membangun pergaulan sosial. 

 

Lalu lelaki ketiga itu datang—Paul, lelaki yang ia pikir lebih tepat dari kedua bekas suaminya. Dalam bukunya, nama Paul bahkan muncul di awal-awal sebagai plot maju mundur. Kisah bersama Paul juga tersebar di banyak bab sepanjang bukunya. Paul juga dekat dengan anak Tracy sehingga ketika Paul pergi, si anak mengamuk di sekolah dan berteriak ingin mati.

 

Paul pergi, dan kembali dengan kesepakatan baru, pada tahun 2005: Perceraian. Sebenarnya, Paul adalah pria hebat, yang juga memiliki pasangan hebat—tetapi bukan Tracy. Paul tertarik pada wanita lain dan itulah masalahnya. Dengan tiga kali pengalaman perceraian itu, Tracy memberikan nasihat bahwa sebelum menjalin hubungan pernikahan dengan orang lain, seseorang harus menikah dengan diri sendiri. 

 

Kalimat itu perlu kita pikirkan.

 

 Namun apa yang ia maksud dengan menikahi diri sendiri tidak dalam arti harfiah—meskipun saya berharap itu harfiah. Ia bermaskud berbicara tentang menciptakan hubungan: anda memasuki hubungan dengan diri sendiri. “Dan anda memasang cincin di jari anda,” katanya.

 

Maksud Tracy cukup terang, orang berkomitmen untuk dirinya sendiri secara penuh, hingga seseorang itu menyadari bahwa dirinya telah menjadi utuh. Bagi Tracy, tidak ada pasangan, atau juga pekerjaan, yang akan membuat orang menjadi lebih lengkap selain orang itu telah menjadi utuh.

 

Tracy menikahi diri sendiri. Tanpa keraguan, tentu saja. Ragu yang bisa hinggap jika orang lain berkencan dengannya. Menikahi wanita yang telah bercerai tiga kali? Begitu kira-kira keraguan orang lain.

 

Tapi Tracy tidak.

 

Suatu ketika Tracy berkata, pada dirinya sendiri, “Apakah ini wanita yang kamu ingin nikahi?” dan jawabannya, ya. Dengan kata lain, menikahi diri sendiri adalah upaya penerimaan pada apa-apa yang telah terjadi dan telah menjadi sesuatu di luar kendali. Menikahi diri sendiri juga tidak sama seperti orang pacaran dan melihat bagaimana perkembangan hubungan. Orang harus berkomitmen, hingga maut memisahkan.

 

Untuk menikahi diri sendiri, menurut Tracy, kita harus membuat tiga janji pernikahan. Janji yang tampak klise, tapi memiliki implikasi besar.

 

Pertama, kita menikahi diri sendiri yang lebih kaya atau lebih miskin. Artinya kita mencintai diri sendiri tepat di mana kita berada sekarang di tengah hiruk-pikuk segala hal. 

 

Kedua, kita menikahi diri sendiri yang lebih baik atau lebih buruk. Ini menyangkut hal yang lebih dalam ketimbang baik buruk dalam konteks fisik. Ia dapat menyangkut kekecewaan besar dalam hidup, sebab itu tidak penting lagi. 

 

Ketiga, kita menikahi diri sendiri dalam keadaan sehat dan sakit. Ini masih tentang memaafkan diri kita atas kesalahan yang kita punya, sebab, kesalahan bukan kesalahan kecuali kita tidak belajar darinya. Hidup tidak memberi apa yang kita inginkan, eh?

 

Mencintai diri sendiri—dalam arti harfiah, pada dasarnya, memberikan implikasi khas: Kita mencintai diri sendiri sama dengan cara orang lain mencintai kita. Tracy telah hidup dengan perasaan kurang lengkap. Tidak utuh. Ia merasa dirinya setengah, dan kehilangan sesuatu.

 

Ia masuk dalam hubungan dan berharap dapat mengusir rasa kosong itu. Apakah dicintai orang dapat mengisi rasa kosong? Tidak, bagi Tracy. Ia tidak merasa utuh hingga belajar mencintai diri sendiri. Mata saya membesar ketika mendengar pengakuannya:

 

“Ketika anda menikahi diri anda, hal besar terjadi: Anda bisa mencintai orang lain dalam cara yang baru, ialah mencintai tepat di mana mereka berada, sebagai diri mereka, sama dalam cara anda ketika mencintai diri sendiri. Ketika saya menikahi diri sendiri, dan saya sadar saya punya semua yang diperlukan, saya melihat dunia yang berbeda.”

 

Saya melihat dunia yang berbeda, kata Tracy, saya tidak perlu mengemis apapun dari orang lain. Ketika saya ada pertemuan, itu adalah tentang bagaimana saya bisa membantu orang pada porsi yang tepat untuk mencapai tujuannya. Ketika saya di komunitas sosial, apa yang bisa saya berikan menjadi poin penting.

 

Tracy, bagi saya, adalah orang yang selesai dengan dirinya sendiri. Bukan menjadi bodoh untuk menolong orang... karena itu masalah orang lain, tetapi perasaan selesai dengan diri sendiri itulah yang menarik. 

 

Ketika Tracy berkencan, dengan sekian pria setelah rentetan perceraian, ia tidak pernah fokus pada pertanyaan apakah pria ini menyukainya atau tidak. Tetapi bagaimana arti dia dalam kehadirannya. “Saya tidak pacaran untuk membuat seseorang menyukai saya. saya lebih tertarik bagaimana perasaan saya daripada perasaannya kepada saya.

 

“Bukan karena saya egois, namun karena satu-satunya hubungan yang akan saya punyai dengan orang lain adalah hubungan yang telah saya punyai dengan diri saya. Dan ternyata ia menyukai saya. Ini luar biasa. Saya tidak mati-matian untuk mendengar kalimat maukah kau menikah denganku, karena saya telah mendengar dari diri saya sendiri.”

 

Sekarang Tracy telah menikah pada satu orang yang ia sungguh ingin untuk dinikahi.

 

Bagi saya, Tracy adalah contoh orang yang sangat soliter. Dari dia saya melihat soliter menjadi baik: Mungkin soliter puncak tertinggi mencintai, ketika mampu berdiri sendiri, kita mampu bersama orang lain tanpa hasrat menjadikan mereka tempat pelarian.

 

Kapanpun kita mampu soliter, kita mampu menikah dengan diri sendiri—dalam arti harfiah.

Suka

 

Aku menyukaimu, tetapi aku tidak bisa mengatakannya.

 

Aku menyukaimu, tetapi mengapa menyukaimu berarti akan menyakiti.

 

Aku menyukaimu, tetapi aku terjebak.

 

Aku menyukaimu, tetapi ada hal yang harus aku kerjakan.

 

Aku menyukaimu, tetapi kau tidak.

 

Aku menyukaimu, tetapi apakah kau Mbakyu?