Minggu, 21 Maret 2021

Dikunjungi Teman-teman Wanita

Pekan pertama hidup di Kampung Inggris, Pare, tidak ada satu pun orang yang saya kenal sehingga proses adaptasi cukup kagok. Mula-mula, ketika baru tiba, saya melihat area sekitar melalui Gmaps, lalu area itu saya telusuri jalan kaki. Beberapa hari setelah pekan pertama, seorang kawan yang tahu saya ada di Pare datang menjenguk. Ia menjemput saya di depan kos dan membawa saya ke warung kopi, di tempat itulah dua orang lain—kawan dari kawan saya—telah menunggu. Akhirnya, setelah berhari-hari, saya menemukan kawan ngobrol yang seru. Di sela obrolan, mereka sempat memberi arahan bagaimana hidup di Pare.

 

Pekan kedua seorang kawan lain datang. Sebenarnya kami sepakat bertemu di Tebuireng tetapi jadwal bus teralu sore, maka ia lanjut ke Pare. Saya tidak enak hati sebab ia harus berkendara seorang diri dengan jarak cukup jauh. Ketika tiba, saya mengajaknya ke tempat yang udaranya sejuk dan kami cekikian seharian. Seorang kawan lain akan datang beberapa hari lagi. Ia masih menunggu pekerjaan berkurang.

 

Saya bersyukur dikelilingi kawan-kawan baik. Setelah sebulan lebih meninggalkan rumah untuk keluyuran, mereka membuat tempat-tempat yang saya kunjungi kian menarik. Kebetulan, yang saya sebut kawan itu semuanya wanita. Anda tahu, berkat status jombolah saya bisa dikunjungi teman-teman wanita itu dan dengan status jomblolah mereka bisa datang berkunjung. Jika saya punya pasangan, mustahil mereka berkunjung. Sekiranya mereka punya pasangan, mereka juga tidak akan datang. Bagi orang berpasangan bertemu dengan kawan lawan jenis bisa runyam. Apalagi jika duduk-duduk di kafe berdua.

 

Ada hal-hal menarik yang relatif ringan dilakukan hanya ketika jombo: Keluyuran berbulan-bulan dan dikunjungi kawan-kawan wanita.