Minggu, 24 Maret 2019

Curhat Proposal


"Beberapa orang pergi ke pendeta, yang lain melampiaskan dengan puisi, tapi aku pergi ke sahabatku."
Virginia Woolf


Kesadaran otak saya kian terkumpul, sesaat setelah bangkit dari tidur. Kamar masing remang-remang. Tubuh sedikit loyo, tapi tangan sudah sigap bertindak hal lumrah bagi manusia abad 21: mencari posel pintar. Mata segera melihat benda persegi bersinar, seolah sinar dari Firdaus: melegakan.

Ada ribuan pesan di WhatsApp, umumnya dari grup, mungkin tentang basa-basi yang mencerdaskan umat manusia atau humor menyegarkan. Skip. Saya memilih pesan dari kawan. Ada cukup banyak. Saya takjub. Dua bulan lalu, ponsel ini hening dari pesan, tepatnya saat liburan. Liburan kampus berarti istirahat mendapat banyak pesan dari kawan. Hingga kadang membuat saya merindukan mereka. Tapi ini bukan musim liburan (musim duren?).

O, tertidur lebih awal ternyata membuat pesan kian menumpuk. Umumnya tentang tugas kuliah. Maklum, sekarang sudah menginjak usia semester tua. Padahal rasanya baru kemarin saya mengenal mereka. Pesan itu rata tentang proposal penelitian. Kawan-kawan sudah berbaik sangka bahwa saya bisa memberi solusi perihal judul yang mereka usung. Saya berdoa semoga tidak menyesatkan mereka.

Pesan pertama berupa voice notes, saya tekan ikon putar, di kejauhan terdengar suara cewek, “Cak, saya kok kepingin bahas tentang HAM di Indonesia, ya. Tapi saya bingung mau nyangkutin sama ayatnya gimana.” Saya meladeni dia dengan santai, di ujung diskusi, dia memilih banting kemudi. Sayyid Qutb, yang menurutnya menjadi biang kerok radikalisme di Indonesia lebih aduhai diteliti. “Iya. Monggo.” Jawab saya, setelah sebelumnya dia bermaksud meminjam buku tentang Sayyid Qutb. Mbak, silakan berdoa untuk beliau, ya.

Berikutnya tentang penyembuhan trauma. Yeah, ini penelitian yang jika digarap serius, akan saya gunakan untuk menyembuhkan setumpuk trauma. Khususnya trauma sakit diselingkuhi. Haha. Akan lebih baik lagi jika ada mengambil judul penyembuhan dompet kosong, penyembuhan fanatisme cebong dan kampret, penyembuhan batuk, meriang, pilek, sakit kepala. Akhirnya Oskadon tak laku lagi.

Segera saya beralih pada pesan lain, tertulis kurang lebih begini, “Ka’, saya kok kepingin bahas manusia yang bisa masuk surga, ya. Gimana menurut sampean, ada saran?” Uhm, saya ingin menjawab kenapa tidak tentang manusia yang masuk neraka saja? Mungkin partai setan bisa diteliti, apakah juga akan mendarat di neraka tergelap Dante Alighieri. Tapi itu jawaban tak baik. Saya ganti: “Bisa, kurang lebih judulnya 'Konsep Eksklusifitas Jalan Keselamatan Dalam Alquran'.” kawan cewek ini tanya apakah boleh chat lagi jika ada kesulitan. Yeah, tentu. Apalagi jika dia menghadiahkan sebungkus es krim.

Pesan keempat dari seorang kawan cowok, ia banyak sekali bertanya tentang living Alquran, genre baru. Kepadanya, saya tak punya solusi lebih baik ketimbang menyarankan membaca Peter L. Berger, bocah filsuf ini punya pandangan bahwa kenyataan dibangun secara sosial, tidak tiba-tiba muncul. Karenanya, segala gejala sosial bisa dicari akar dan ihwal proses terbentuknya. Hal tersebut juga saya kemukakan pada tiga kawan yang lain. Tak lupa, Max Weber juga saya sebut.

Pesan mereka saya ladeni sambil lalu. Kegiatan masih banyak. Pesan yang belum dibuka masih menunggu. Pesan yang telah dibalas masih menuntut diskusi.

Selanjutnya tentang Khomeini. Kawan ini sudah menyebut nama Thabatabha’i sebelumnya, saat duduk di sebuah acara. Saya katakan Khomeini mungkin lebih menarik, jika ia menulis tafsir. Semua orang Iran tahu namanya. Pagi hari ia mengabarkan bahwa mendapati data tentang tafsir Khomeini. “Banyak unsur tasawufnya,” begitu ia bilang. O.. saya menyarankan sebuah adaptasi judul penelitian. Sepertinya ia setuju, “Makasih banyak, Cak.” Tutupnya. Dia pembelajar yang baik.

Segera saya berdoa untuk tidak masuk dalam kriteria orang bodoh menurut Imam Khomeini, ia pernah menyampaikan bahwa orang-orang bodoh adalah rombongan pertama yang masuk neraka karena beberapa alasan. Saya tahu empat hal dari As Laksana. Pertama, orang bodoh bisa menyakiti orang lain tanpa menyadari efek dari perbuatannya. Kedua, ketika berbuat salah, ia tidak tahu di mana letak kesalahannya. Ketiga, jika diberi saran yang baik, ia akan membantah. Keempat, orang bodoh mudah dikendalikan untuk membuat kerusakan.

Semoga yang kelima tidak berbunyi: orang yang ngawur ngasih saran tentang proposal.

Sudah selesai? Belum! Masih ada pesan yang lain. Andai satu pesan dibalas satu bakso, saya akan punya stok makanan yang mungkin cukup hingga tiga hari. Tapi tak masalah, saya senang jika masalah mereka selesai. Syukur jika semua membawa kabar baik bahwa ia mendapat nilai A. Satu kawan saya memberi kabar itu semester lalu. Kawan yang lain, juga di semester lalu, berkabar dapat nilai B+, sebelumnya, sebungkus bakso dan anggur ia bawakan ke kamar saya langsung. “Suwun, Cak. Benar-benar terbantu, saya jarang masuk gara-gara banyak event. Haha.”

Saya tak punya jawaban lain: terima kasih juga, untuk bakso, anggur, roti, bonus traktir makan, minum, dan tiket seminar, dan lainnya, dan sebagainya. Kau benar-benar baik sekali. Pernah terbayang, jika melakukan hal yang lebih besar lagi untuknya, saya khawatir akan mendapatkan tv, kulkas, kompor, uang tunai dan seperangkat alat salat.

Satu kawan, ketika bertemu langsung, bertanya di buku mana ia bisa mendapat banyak masalah yang bisa jadi judul. Kau tahu, di semester akhir adalah tanda ketika seorang harus mencari masalah! Bahkan mentor saya bilang, temukan masalah, baru kau bisa meneliti dengan baik. Yeah, jadi temukan masalah. Pada kawan saya itu saya jawab tiga judul buku karya Prof Mun’im Sirry. Sebenarnya ingin juga menyebut nama Tere Liye. Tapi saya belum pernah baca bukunya. Menurut kabar dari kawan, buku Tere Liye menginspirasi. Ya, siapa tahu bisa jadi sumber inspirasi masalah.

Saya suka seorang kawan yang mau membolak-balik lembar buku untuk mencari judul penelitian. Harapan saya mereka tidak ketiduran saat membaca, seperti kebiasaan saya. Saking seringnya, saya sedikit beriman bahwa salah satu fungsi buku adalah obat untuk tak bisa tidur. Karenanya, orang insomnia mungkin perlu mencobanya. Untuk kawan saya itu, semoga memiliki semangat membaca yang prima. dan menularkannya pada kawan sekitar, termasuk saya.

Akhirnya, ada pertanyaan yang cukup sulit di jawab: “Cak, minta judul, dong.” Kepada mereka biasanya saya spontan menjawab: “Pengaruh Sambal Seblak Terhadap Kecerdasan Mahasiswa .... (nama prodi dan kampus). Tentu saja itu jawaban bercanda. Tapi mungkin sayup-sayup ada pengaruhnya juga. Saya punya pengalaman tentang sambel seblak. Soal makanan ini saya pernah memaki: makanan keparat macam apa ini?

Pedasnya membakar mulut dan perut, well, seperti membakar dalam arti yang sesungguhnya. Mata mengair. Segelas air hanya berasa setetes, tak manjur. Akhirnya, berhari-hari kemudian saya sibuk minum penawar dan bolak-balik kamar mandi. Jadi, sepertinya soal sambal seblak ini memang punya pengaruh terhadap kecerdasan mahasiswa. Ia membuat mahasiswa seperti saya melupakan belajar, dan sibuk mondar-mandir kamar mandi. Mungkin ada yang mau bikin proposal perihal seblak?

Kepada segenap kawan, saya ingin mengucapkan terima kasih. Tanpa kalian sadari, banyak pertanyaan kalian yang malah membikin saya banyak belajar. Kepada kalian juga saya ucapkan maaf. Tak semua masalah kalian bisa saya jawab. Terutama tentang buku yang tidak ada, judul proposal yang ternyata mirip dengan kawanmu yang lain, soal bagaimana susunan penelitian, dan mungkin soal di mana menulis tanda koma dan titik yang benar.

Saya sama seperti kalian. Perlu banyak belajar. Mari belajar bersama. Tak usah ada kasta yang seolah membuat saya lebih pandai dari kalian. Sekali lagi, saya sama seperti kalian. Terlebih, kita sama-sama maklum, bahwa banyak kawan kita yang lain, jauh lebih memadai.

Dan begitulah, musim proposal membikin pesan WhatsApp kian banyak. Dari bangun tidur, hingga kadang hampir tidur, bahkan di alam mimpi. Jari saya mulai loyo, kamar mulai terasa remang, kesadaran otak kian menurun, kelopak mata kian berat. Akhirnya, selamat tidur.

Selasa, 19 Maret 2019

Tok

Si A ulang tahun. Si B, Si C, juga ulang tahun. Saya tak punya kecakapan bahasa verbal di depan mereka. tapi doa sunyi akan melangit. Selamat.