Sabtu, 25 Agustus 2018

Ngobrol Sendiri


Schopenhauer adalah filsuf Jerman yang terkemuka, hidup di abad 18 hingga 19. Penerus Kant. Pada penghujung usianya ia tinggal di Frankfurt, dan sering menikmati makan malam di sebuah hotel yang banyak dikunjungi tentara Inggris. Setiap kali akan makan, ia akan meletakkan sekeping koin emas di meja, dan mengambilnya setelah usai makan.

Karena Schopenhauer rutin melakukan hal tersebut, pelayan restoran di sana terbiasa melihat pemandanngan itu, hingga timbul rasa penasaran dan bertanya pada filsuf atas kebiasaannya. Sang filsuf tersenyum dan menjawab, “saya membuat taruhan dengan diri sendiri, jika tentara Inggris berbicara apa pun selain kuda, anjing dan wanita, saya akan memasukkan koin emas ke kotak amal”.

Ketika pertama membaca kisah tersebut, saya ketawa terpingkal dan GR merasa tahu betul apa yang dirakan Schopenhauer. Dengan latar belakang introvert, saya kurang lihai bergaul, dan kerap merasa kebingungan dengan basa-basi. Kalau kau introvert, pasti akan mengerti bahwa diam dan memperhatikan sekeliling lebih menyenangkan dari pada terlihat kikuk dalam obrolan.

Dalam beberapa kasus, saya benar-benar bisa menikmati obrolan, umumnya jika kawan ngobrol adalah kawan dekat, atau orang baru kenal yang memiliki pandangan hidup yang tak jauh beda, hingga kami berasa nyambung dan seolah saling kenal sejak lama. Meski kadang obrolannya terkesan melantur.

Yeah, persis seperti tulisan ini yang ngelantur tak fokus. Oke, kembali ke Scopenhauer, kalau boleh saya simpulkan dengan tergesa dari sepenggal kisah di atas, Si Filsuf tampak bosan dengan obrolan tentara Inggris yang hanya berkutat di tiga topik tersebut.

Ehm... saya juga sering terjebak dalam kondisi seperti itu, dalam kehidupan sehari-hari, saya kerap bertemu dengan teman—tak terlalu akrab, namun cukup sering nimbrug bareng saya dan sahabat, yang ketika kumpul topik bahasan teman satu ini hampir bisa dipastikan 90% hanya berputar-putar pada satu topik: motor.

Baginya, mungkin motor yang ia miliki adalah hal yang paling penting di dunia, hingga harus dibahas dengan siapa pun dan di mana pun. Dan seperti biasa, saya menanggapi dengan malas, bahkan kerap mengalihkan topik yang lebih bermanfaat bagi nusa dan bangsa, misal: cewek. Heuheuheu.

Dari teman saya ini, saya sadar satu hal, bahwa topik obrolan pun mencerminkan apa yang mendominasi isi kepala. Dan dengan siapa saya berbincang, topik juga patut diperhatikan. Ketika duduk sendiri saya sering bertanya-tanya, mungkinkah orang-orang juga muak dengan konten obrolan saya?

Mungkin jawabanya: iya. Jika tidak pun, tampaknya obrolan adalah hal sepele yang juga perlu saya perhatikan. Dari kesadaran yang tentu tak penting bagi kalian itu, untuk menghindari jengkelnya seseorang pada ocehan mulut ini, saya kerap memilih ngoceh dengan diri sendiri, bertanya banyak hal pada diri sendiri, dan kerap pusing sendiri, diam-diam, saya menikmatinya sendiri.